Poso,- Masih Ingat 29 Maret 2016? Sesuai data elektronik digital redaksi, ada komunitas warga baik mengaku petani dan penambang yang menuntut lahan di wilayah hutan lindung Dongi-dongi ditangkap aparat? Aksi pun ricuh. Aksi itu disebut Ketiadaan Lahan. Komunitas itu mengaku tak memiliki lahan, ingin berkebun dan bertani serta menambang emas dengan model menggali lubang.
25 tahun sudah berlalu, sejak tuntutan 2016. Selama sebulan terakhir, redaksi kailipost.com menurunkan tim ke lokasi ‘konsesi ilegal’ tambang emas tersebut. Mengapa disebut konsesi ilegal? Karena hingga kini belum ada secara legal pelepasan wilayah Dongi-dongi keluar dari wilayah perlindungan hutan. Usulan beberapa kali diajukan. Tapi secara hukum belum ada alas formilnya.
25 tahun itu pula aktifitas berkebun dan menambang emas liar di wilayah Dongi-dongi mulai tumbuh. Pihak pemerintah atau instansi tehnis hanya mengawasi. Tak mampu berbuat banyak. Beberapa kali dilakukan operasi aparat penegak hukum. Bahkan tercatat era Kapolda Sulawesi Tengah Rudy Sufariadi sebelumnya pernah dilakukan penertiban. Kini Irjen Pol Rudy Sufariadi kembali memimpin Bhayangkara di tengah Sulawesi kali kedua.
Di satu sisi masyarakat sekitar membutuhkan kehidupan. Ingin bertahan hidup. Hak atas pengelolaan atas sumber daya alam sekitarnya. Hal itu pun menjadi dasar utama atas hak asasi manusia. Hak atas tanah, air dan isinya. Demikian pegiat organisasi non pemerintah membelanya.
Catatan penting bahwa sejak 25 tahun terakhir belum pernah ada tahapan tahapan hukum soal statuta lahan perbukitan Dongi-dongi hingga kini. Yang terjadi hanya klaim – klaim sepihak tanpa dasar kepemilikan lahan sesuai undang – undang baik agraria dan perdata.
Pemerintah harusnya lebih serius melihat fakta lapangan bahwa areal Dongi – Dongi tak lagi sebagaimana status semula. Perlu ada langkah tepat, lokasi Dongi – Dongi segera dilakukan pelepasan statuta dari areal hutang lindung menjadi areal penggunaan lain (APL) atau apapun namanya sesuai dengan fakta hari ini. Dengan demikian Balai Taman Nasional Lore Lindu juga terlepas tanggung jawabnya, areal tidak lagi digunakan secara salah dan masyarakat tidak lagi dihantui masalah hukum.
MR, sebut saja salah satu warga yang diduga menguasai lahan sekitar 1,4 hektar di lokasi Dongi-dongi tercatat pernah membuat pernyataan dirinya pemilik lahan yang saat ini digunakan penambang emas ilegal.
MR juga mengaku dalam surat bermaterai 6000 kepada pihak dusun dan saksi akan melarang warga menambang emas di lokasinya guna penyebaran Covid 19 di Desa Sedoa dusun Dongi-dongi. MR sendiri dikonfirmasi di dua nomer telpon genggamnya enggan menjawab redaksi.
Ia juga enggan mengomentari soal isu yang berkembang di Dongi-dongi bahwa dirinya melakukan pungutan atas pengolahan lahan yang dikuasai sebagai pertambangan emas ilegal dan dari pemodal (pemilik lubang). Selain MR ada beberapa nama juga melakukan aksi sama. Tutup mulut dan tak menjawab surat elektronik (surel) redaksi.
Dalam dua bulan terakhir, aktif kembali sebuah organisasi penambang rakyat, Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Sulteng. Tujuannya agar wilayah wilayah konsesi tambang rakyat dimasukkan dalam wilayah pertambangan rakyat (WPR). Tehnisnya mesti diubah rencana tata ruang dan wilayah (RT/RW) baik di kabupaten/kota. Bila telah formil WPR, maka akan ada izin penambang rakyat (IPR). Model perjuangannya menggunakan koperasi dan mengoptimalkan BumDes. Demikian dikatakan Ketua Harian APRI Sulteng, Agussalim SH dalam beberapa kali rilis ke media.
Kembali ke Dongi-dongi. Sejarahnya adalah wilayah di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Warga memperoleh lahan dengan cara menduduki lahan TNLL 2001 lalu. Kini makin menggiurkan karena ditemukan jutaan kandungan emas di tanah Dongi- Dongi.
Bagai semut dan gula. Entah semut berseragam sampai semut hitam dan merah. Sejak 2015 ribuan orang ada disana. Pemerintah menyebut saat Pilkada 2020, ada puluhan ribuan orang. Mulai dari Palu, Poso, Sigi hingga Manado dan Kotamobagu Sulawesi Utara, Jawa dan Sulawesi Selatan, Kendari Sultra.
Catatan jejak digital, 2016 pernah dicoba untuk negosiasi pemerintah dengan warga. Pemerintah diwakili Pemkab Poso, Balai TNLL dan warga yang menetap di Dongi-dongi.
Hasil kesepakatan, warga harus keluar dari kawasan hutan lindung kata Kepala Balai Besar TNLL, Ir Sudayatna MSc pada https://amp.lokadata.id/amp/dongi-dongi-di-tengah-ketiadaan-tanah-dan-perkara-tambang.
Kesepakatan awal gagal dilakukan kesepakatan kedua 21-25 Maret 2016. Sampai aparat melakukan penertiban tambang hingga dibuat portal yang dijaga aparat.
Dulu pejabat Polda yaitu, Direktur Kriminal Khusus Kombes Pol Drs Yan Sultra Indrajaya SH, melalui Kasubdit Tipiter AKPB Mujianto SIK, menerangkan bahwa penertiban dilakukan tiga tahapan. Tahapan sosialisasi dilakukan dua kali, tahapan peringatan (26-28 Maret 2016), dan tahapan penindakan (29 Maret 2016).
Dalam tahapan sosialisasi, penambang diminta menghentikan ativitas, dan tidak lagi membawa material ref (baca: bongkahan material yang mengandung emas) untuk diolah di Kota Palu (Poboya).
Pada tahapan penindakan yang jatuh pada 29 Maret 2016, aparat gabungan masuk ke lokasi tambang untuk melakukan pengosongan. Aparat lantas menutup lubang-lubang galian tambang dan membakar lapak-lapak penambang.
Bagaimana sekarang? Berapa ribuan ton material ref yang keluar dari Dongi-dongi? Siapa pemain di belakang Dongi-dongi? Atas nama oknum pejabat siapa yang sekarang dikenal di sekitar lokasi tambang ilegal itu? Tulisan berikutnya akan diuraikan siapa saja yang terlibat ‘emas ilegal rugikan pajak negara’ di Dongi-dongi.
Tambang emas ilegal menghasilkan mineral emas ilegal pula. Transaksi emas Dongi-dongi umumnya sudah ada penadah (pembeli). Umumnya pemain lama Poboya dan penyuplai bahan bahaya beracun (B3) lewat kaki tangannya. Ada pula yang pembeli besar di sekitar Jalan Veteran Palu, dan sekitar Jalan Monginsidi dan S Parman Palu.
Emas yang dihasilkan dari tambang ilegal proses jual belinya tanpa kewajiban ke negara. Transaksi jual beli tak menyertakan pajak pada negara. Baik sebagai perusahaan dan proses jual beli. Bayangkan sejak 2014 akhir hingga saat ini, berapa ruginya pajak negara? Siapa saja yang melibatkan diri turut serta merugikan negara?
“Saat ini ada lebih dari 600 lokasi tambang emas, umumnya liar tersebar diseluruh Indonesia,” ujar Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono kepada detikFinance, Sabtu (11/4/2015) lalu.
Ia melanjutkan tambang emas liar ini tetap saja merugikan negara, karena royalti, pajak dan sebagainya tidak didapatkan negara. ‘’Bila hasil tiap lokasi tambang liar ini 1 kilogram (Kg) per hari saja, hitung saja berapa duit dari dari tambang emas liar ini, negara rugi,” tutupnya.
Bila hasil tambang emas liar ini 1 kg dikali harga emas Antam misalnya Rp 1.000.000/gram = 1.000.000 x 600 lokasi tambang liar sama dengan Rp 600 miliar/hari. Dongi-dongi berapa dihasilkan perhari? Perbulan? Berapa ruginya negara?
Di Dongi-dongi saat ini mulai ada keresahan antara warga yang memperjuangkan lahan di sana dengan warga yang mulai berdatangan.
Di tengah hiruk pikuknya penambangan emas, ada pula sebagian yang masih konsisten menjaga alam sekitar Dongi-dongi. Kailipost.com pernah langsung bertemu sejumlah pihak di sana. Mulai membangun sekolah untuk pendidikan anak anak Dongi-dongi sampai pelestarian alamnya. Itulah potret kerakusan anak manusia dan anak manusia lainnya yang menjaga alam. ***