Ketiganya telah dihubungi. Semua enggan memberikan keterangan detail apa saja materi undangan KPK. ‘’Kami hanya hadiri undangan dan jalan-jalan saja. Tidak perlu dijawab apa saja dan bagaimana. Terima kasih,’’ ujar Ardiansyah dalam pesan tertulisnya. Tapi mengapa ke KPK? Kan pasti ada tujuannya? Pasti ada yang ingin dilakukan?
‘’Iya kami siap lahir batin mengungkapkan sebenarnya dan siapa saja menerima uang, meminta beli tanah, meminta biayai kuliah, fee TTG setiap desa ada kuitansi, ada dana untuk oknum jaksa dan lain-lain. Lengkap dengan rekaman dan video saat saya dimasukkan ke ruangan dengan Pak Bupati. Saya ditekan, saya kena terror di rumah oleh orang tidak dikenal, anak saya trauma kalau dengar motor lari masuk kolong tempat tidur. Saya siap jadi justice collaborator,’’ terang Mardiana tertulis. Setelah itu keduanya enggan menjawab lagi.
Di Kepolisian daerah (Polda) Sulteng, telah juga diperiksa Bupati Kasman Lassa dan adiknya Hikma Lassa. Sekaitan dengan kasus tersebut dengan merujuk pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Bukan pasal 12 dan 13 Tipikor. Kasman kepada beberapa media cetak menyebut bahwa pemeriksaan terkait Mark Up proyek Pengadaan barang TTG hingga ada temuan Rp4,1 miliar. Bukan soal gratifikasi. Bupati yang tak lama lagi berakhir masa jabatannya itu berharap hukum dapat ditegakkan sebagaimana ketentuan. Karena terkait mar-up barang dan harga, ia tidak ditanya penyidik terkait dengan keterangan saksi lain atau pihak lain.
Soal penyidik Polda, Mardiana menyebut telah menyerahkan banyak bukti dan ada surat tanda terima. Rincian bukti pun ada di tanda terima. Ia pun memiliki rekaman dituduh salah satu penyidik menerima uang Rp200 juta untuk menjatuhkan bupati. ‘’Saya punya rekaman Pak Lubis juga soal nama pejabat di Polda disebut-sebut dan jaksa. Saya diancam jangan macam-macam. Ada semua pak rekaman asli dan bisa diuji forensik digitalnya,’’ ujarnya dalam sebuah kesempatan sebelum dirinya ke KPK pada redaksi.
Bagaimana dengan fee ke kepala desa? ‘’Saya punya kuitansi. Lengkap dengan stempel dan tanda tangan Kades. Tiap Kades menerima lima juta rupiah. Ada yang mengelak awalnya. Nanti saya dengarkan rekamannya meminta fee baru diam. Ada 115 desa. Saya akan bongkar semua,’’ tandasnya. Begitu juga soal dana Rp300 juta untuk biaya LO (legal opinion) ke salah satu jaksa di Kejati Sulteng. ‘’Saya berharap kasus ini diambil-alih KPK saja. Nanti di sana (KPK) kita adu bukti dan keterangan. Saya sudah habis-habisan masih dibeginikan. Orangtua saya meninggal, emasnya saya gadai dan lainnya. Mereka sangat tega dengan nasib orang kecil. Allah akan membalas dengan keadilan,’’ tuturnya menangis. ***
reportase : irman/jakarta