Jakarta,- Rapat kerja (Raker) Komisi III DPR RI bersama Menko Polhukam Mahfud Md dibatalkan hari ini. Rapat dibatalkan lantaran surat undangan ke Mahfud belum ditandatangani pimpinan.
“Sangat disayangkan rapat dengan Menko Polhukam tidak jadi hari ini, dikarenakan surat dari pimpinan DPR ke Menko Polhukam belum ditandatangani,” kata anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat dimintai konfirmasi, Senin (20/3/2023).
Politikus Gerindra ini mengatakan pihaknya belum mengetahui agenda perubahan Raker dengan Mahfud dan Kepala PPATK. Terlebih, Mahfud memiliki agenda dengan Presiden Joko Widodo ke Papua pada Selasa (21/3/2023).
“Tidak jelas kapan jadwal berikutnya karena besok Menko Polhukam mendampingi Presiden ke Papua, dan Rabu, dan Kamis libur,” ujarnya.
Habiburokhman menyayangkan batalnya agenda rapat hari ini. Padahal, lanjutnya, Raker digelar untuk memperjelas narasi kejanggalan Rp 300 trilun di Kementerian Keuangan yang disampaikan Mahfud.
“Para anggota Komisi III sebenarnya sudah sangat siap menerima Menko Polhukam hari ini, dan Pak Menko Polhukam juga sudah siap,” tutur Habiburokhman.
“Komisi III juga kawan-kawan bingung mengapa hal seperti ini bisa terjadi. Kami khawatir masyarakat menilai kami tidak serius menyikapi soal Rp 300 T ini,” sambungnya.
Untuk diketahui, pernyataan adanya transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dilontarkan Menko Polhukam Mahfud Md menjadi polemik. Pernyataan itu menimbulkan reaksi dari sejumlah pihak.
Mahfud mengaku mempunyai bukti otentik terkait pernyataannya tersebut. Dia pun siap buka-bukaan soal temuan transaksi Rp 300 triliun itu kepada DPR.
“Di sejumlah media, diberitakan DPR akan meminta saya untuk jelaskan soal transaksi mencurigakan Rp 300 T di Kemenkeu. Saya siap memenuhi undangan DPR untuk menjelaskan dan menunjukkan daftar dugaan pencucian uang Rp 300 T, masalah ini memang lebih fair dibuka di DPR. Saya tidak bercanda tentang ini,” kata Mahfud Md dalam akun Twitternya, @mohmahfudmd, seperti dilihat detikcom, Sabtu (18/3).
Mahfud mengatakan persoalan tersebut memang akan lebih fair jika dibuka di DPR. Dia mengaku telah pulang ke Indonesia dari kunjungan kerja di Australia dan siap memenuhi undangan DPR. ***
Editor/Sumber: Riky/Detik.com