“Selain itu, anak yang dicoret dari PPDB suatu sekolah karena ketahuan memanipulasi data, bisa mengalami trauma psikologis karena resiko stigma sosial maupun perasaan bersalah,” sambungnya Furqan.
Dia menyebut sistem zonasi PPDB telah mendorong praktik jual beli Kartu Keluarga (KK) yang juga bisa mengganggu tertib data dukcapil setempat.
Sebelumnya, pada masa pendaftaran sekolah ini, ada ratusan calon siswa SMP di Kota Bogor yang memalsukan alamat. Mereka memalsukan alamat supaya bisa terakomodasi dalam rentang zonasi sekolah yang dituju.
Di antara 913 calon siswa, ada 155 calon siswa yang menggunakan data kependudukan palsu. Mereka mendaftar di beberapa SMP unggulan dan favorit Kota Bogor. Keruan saja, meski jelas tidak ada pembenaran untuk cara ilegal, sekolah favorit banyak peminatnya.
“Ini kebanyakan memang sekolah unggulah ya (terjadi pelanggaran). Jadi semakin SMP itu dipersepsikan favorit, maka angka dugaan angka pelanggarannya semakin tinggi,” kata Wali Kota Bima Arya dalam jumpa pers terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di Kota Bogor, Minggu (9/7) lalu.
Misalnya saja, SMPN 1 Bogor punya 32 persen pendaftar bermasalah, SMPN 2 punya 9 persen pendaftar bermalasah, dan SMPN 3 punya 1 persen pendaftar bermasalah, serta SMPN 4 puya 15 persen pendaftar bermasalah. Tak ketinggalan, SMPN 5 punya 14 persen pendaftar bermasalah. ***
Editor/Sumber: Riky/Detik