KLHK Sebut Framing Jakarta Kota Terpolusi di Dunia Perlu Diluruskan

  • Whatsapp
Foto: Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro. Foto: Silvia/detikcom

Jakarta,- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa framing terkait Jakarta kota menjadi nomor satu terpolusi di dunia mesti diluruskan.

Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro saat media briefing di KLHK, Jakarta Pusat, Minggu (13/8/2023). Sigit menunjukkan data indeks status pencemaran udara Jakarta dari 2018 hingga 2022.

“Jadi ini adalah data kita dari 2018 sampai 2023. Nah, kalau kita lihat mulai tahun 2018 sampai dengan 2023 itu sebetulnya kondisi di Jakarta lebih banyak di antara baik dan sedang ya. Bahkan pada waktu COVID dan pra-COVID lebih banyak dalam kondisi baik. Memang kita akui bahwa terjadi peningkatan di beberapa bulan terakhir ini, baik itu pencemaran udaranya dan sebagian besar debunya, ini ada korelasinya. Artinya, faktor debu juga memberikan kontribusi terhadap indeks kualitas udara di Jakarta,” kata Sigit kepada wartawan.

Ia juga merasa perlu meluruskan framing terkait Jakarta merupakan kota terpolusi di dunia. Menurut dia, perlu ada perbandingan antara sistem pemantauan pencemaran udara satu dan yang lainnya.

“Nah ini (IQ Air) adalah data yang sering dikutip, tapi juga ada pembanding yang menurut saya juga perlu dilihat karena, sekali lagi kita terima kasih dengan sistem pemantauan yang ada seperti ini untuk memberikan peringatan. Tetapi kalau kita di-framing bahwa kita itu terkotor di seluruh dunia nomor satu, itu yang barang kali kita perlu melihat sumber informasi lain seperti yang IVM (Index Visual Map),” ucap Sigit.

“Jadi pada waktu di Jakarta itu 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India, dan bahkan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272. Jadi artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan sehingga sebetulnya kalau dicek seperti ini. Jadi sebetulnya kalau ingin lebih fair kita juga harus mengecek ke sumber serupa yang punya data yang sejenis,” tambah dia.

Berita terkait