Oleh : Alamsyah Palenga Wasekjend PB Alkhairaat
Sulteng,- Pemimpin yang dianggap baik seringkali menjadi simbol harapan dan perubahan positif bagi masyarakat. Namun, ironisnya, tidak jarang kita melihat pemimpin yang baik tergelincir dalam kasus korupsi di akhir masa jabatannya. Kasus semacam ini mengejutkan sekaligus menyulitkan, memunculkan pertanyaan tentang faktor penyebab, dampak, serta pembelajaran yang dapat diambil.
Tulisan ini mewakili keprihatinan saya atas OTT KPK terhadap AGK, Gubernur Maluku Utara beberapa hari yang lalu. Bagaimana tidak prihatin, beliau seorang guru dan orang tua yang dikenal baik yang masa jabatannya tinggal kurang dari sebulan lagi atau akan berakhir di tanggal 27 Desember 2023 ini.
Perlu dipahami bahwa korupsi bukanlah fenomena yang muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari kombinasi faktor internal dan eksternal. Pemimpin yang sebelumnya dihormati mungkin terjerumus dalam lingkaran korupsi akibat godaan kekuasaan, tekanan politik, atau bahkan ketidakmampuan untuk mengelola kekuasaan dengan integritas.
Dampak dari tergelincirnya pemimpin yang baik dalam kasus korupsi tidak hanya dirasakan oleh pribadi yang bersangkutan, tetapi juga oleh seluruh masyarakat yang pernah berharap pada kepemimpinannya. Kekecewaan dan hilangnya kepercayaan dapat merusak fondasi moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan kuat bagi kepemimpinan yang baik.
Perasaan kita campur aduk antara sedih, kecewa, marah dan seolah tidak percaya, bagaimana itu bisa terjadi.
Dari segi pembelajaran, kasus semacam ini menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem pengawasan dan penegakan hukum. Perlu ada mekanisme yang lebih ketat dan transparan dalam memantau tindakan para pemimpin, serta hukuman yang tegas bagi pelanggaran etika dan hukum. Selain itu, pendidikan dan pembinaan kepemimpinan yang fokus pada integritas dan tanggung jawab juga menjadi kunci untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.