Jakarta,- Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan bahwa kekerasan, intimidasi, dan penangkapan pejuang agraria masih mengiringi konflik agraria sepanjang 2023.
Hingga kini KPA telah mencatat ada 508 korban yang ditangkap. Rinciannya, 490 korban laki-laki dan 18 perempuan.
“Mereka ditangkap karena memperjuangkan hak atas tanah dan wilayah adat,” kata Dewi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Agraria KPA 2023 yang disiarkan di kanal YouTube KPA, Senin, 15 Januari 2024.
Selain itu, KPA mencatat kasus penganiayaan sebanyak 91 kasus. Korbannya terdiri dari 79 korban laki-laki dan 12 korban perempuan. “Artinya, masih ada pendekatan kekerasan fisik,” tutur Dewi.
Dari rentetan tindakan represif ini, Dewi mengatakan ada 6 korban penembakan. Karena itu, ia menilai pemerintah tidak mengedepankan proses dialog yang konstruktif dan inklusif. Sebaliknya, kata dia, pemerintah semakin represif dalam menangani protes masyarakat terkait model pembangunan yang didorong di wilayah atau kampung-kampung mereka. Pelaku kekerasan itu meliputi Polri, TNI, hingga security swasta.
“Sejak 2021 hingga 2023, Polri masih menjadi penyebab utama jatuhnya korban kekerasan di wilayah konflik agraria,” kata Dewi. Menurut Dewi, ke depan Polri harus lebih netral dan tidak berpihak kepada perusahaan. “Ini PR besar Polri yang harus direformasi ke depan, kalau ada presiden terpilih yang berani menangani konflik agraria secara lebih humanis dengan dialog dan berkeadilan,” tuturnya.