Kisah ‘Penambang Cuan’ di Lingkar Industri Nikel Morowali

  • Whatsapp
banner 728x90

Morowali,– Pelan namun pasti. Dengan sangat cekatan, Sumiyati memasukkan beragam menu lauk pauk ke dalam wadah kertas makanan. Hampir setiap pagi, warung makan “Dapur Pak Dul” tempat ia bekerja itu ramai dikunjungi karyawan yang bekerja di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Beberapa menu yang disajikan “Dapur Pak Dul” adalah nasi kuning, nasi putih, nasi uduk, ikan bakar, dan sayur bening. Seporsi nasi uduk dijual seharga Rp10.000, bila disertai lauk ayam atau telur menjadi Rp15.000. Sementara satu porsi ikan bakar seharga Rp25.000. Rumah makan ini buka pukul 04.00 hingga 22.00 Wita setiap harinya.

Warung makan adalah satu dari sekian ribu usaha yang tumbuh di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, saat ini. Kehadiran mereka dapat diartikan sebagai salah satu dampak positif yang ditimbulkan dari hadirnya Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Sejak 10 tahun terakhir ini, Kawasan Industri IMIP memang menjadi magnet ekonomi baru bagi para pencari ‘cuan’. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia, utamanya Sulawesi.

Contohnya Warung makan ‘Dapur Pak Dul’ yang diasuh oleh Abdullah (52 tahun). Pria asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, ini mula-mula mendirikan usaha warung di Desa Fatufia, salah satu desa di Kecamatan Bahodopi pada 2018. Kala itu, Abdullah membuka warung di depan halaman parkir kendaraan perusahaan PT BintangDelapan Mineral (BDM). Di tempat ini, dia mampu meraup keuntungan sampai Rp40 juta per bulan.

Dinamai “Dapur Pak Dul”, keuntungan yang didapat Abdullah dari usaha rumah makan kemudian digunakan untuk mengontrak tempat baru. Setahun kemudian, pada 2019, dia mengontrak sebuah rumah di Desa Bahomakmur dengan biaya sewa Rp8 juta per bulan. Ditemui di Rumah Makan Dapur Pak Dul beberapa waktu lalu, Abdullah sedang memanggang ikan untuk disajikan sebagai salah satu menu sajian.

Berita terkait