Muharram menceritakan, usai dilantik Cudy dan Ma’mun Amir berani mengambil risiko tidak populer dan membahayakan. Yaitu, menarik dana penyertaan modal ke Bank Sulteng sebesar Rp60 miliat lebih untuk percepatan penanganan pasca bencana. ‘’Padahal tahun 2022 kalau tidak mencukupi modal Bank Sulteng maka statusnya akan berubah menjadi BPR. Tapi apa yang dilakukan gubernur saat itu? Sebuah komitmen akan janjinya selalu memikirkan orang susah. Orang miskin. Ia mengambil kebijakan tidak populis dan penuh risiko,’’ terang Muharram yang menjadi saksi karena dirinya Wakil Ketua DPRD kala itu.
Irwan Lapatta pun menimpali testimoni Yahdi dan Muharram. Sebagai bupati dirinya selalu koodinasi dengan gubernur. Dan setiap saat Rusdy Mastura menanyakan apakah masih ada korban bencana di Huntara. ‘’Beliau sangat dekat dengan penderitaan rakyat. Bukan pencitraan model sebelah sana. Tidak pernah kak Cudy memberi atau sedekah disebut – sebut. Coba lihat saja gaya beliau sangat merakyat,’’ timpalnya.
Menutup kampanye dialogis semalam, suami Vera Rompas menitip pesan agar menjaga martabat, etika, budaya dan kehormatan leluhur. Yang utama tidak menukar harga diri dengan materialistik. Politik kalau sudah diutamakan uang, sembako dibungkus tebus murah, atau apapun namanya pasti penyesalan akibatnya.
‘’Kita lahir miskin bukan salah kita. Tapi kalau kita mati miskin itu baru salah kita. Maka harus menjaga harga diri. Rubah mental dan bekerja keras. Kita punya Allah. Apapun yang kita lakukan kiri kanan tanah masih luas. Kita sambut Sulteng Emas bersama – sama. Datangi saya kapan pun, ingatkan saya nanti janji janji malam ini. Demi Allah ingatkan saya,’’ ujar Cudy dengan bibir bergetar. Kita harus menjadi bangsa yang besar, kuat dan tidak dihinakan dengan politik uang. ***
DISEBARKAN RESMI PUSAT DATA, IT dan MEDIA SANGGANIPA //// editor : andono wibisono