Denda Damai Berlaku untuk Tindak Pidana Ekonomi, Koruptor Tidak Termasuk

  • Whatsapp
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar saat diwawancarai usai pertemuan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dengan Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman di Gedung Kejagung RI, Jumat (15/11/2024).(KOMPAS.com/Tria Sutrisna)

Jakarta,- Denda damai yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan tidak bisa digunakan untuk penyelesaian Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Kejagung Harli Siregar Kamis (26/12/2024).

Seperti diketahui, denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung.

Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian negara.

“Klasternya beda, kalau denda damai itu hanya untuk undang-undang sektoral. Karena itu adalah turunan dari Pasal 1 Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi,” kata Harli.

Harli bilang, aturan denda damai dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 telah diadopsi ke dalam pasal 35 (1) huruf K UU No 11 Tahun 2021.

“Nah, jadi kewenangan itu yang di adopted di undang-undang kejaksaan No 11 Tahun 2021. Nah, jadi itu berlaku hanya untuk tindak pidana ekonomi misalnya kepabeanan, cukai, perpajakan,” ujarnya.

“Jadi bukan tipikor,” tambah dia.

Harli menjelaskan, sebelumnya dalam Undang-Undang Darurat (UU Drt) Nomor 7 Tahun 1955 memang ada menjelaskan soal denda damai.

Berita terkait