Dia mengaku paham kenaikan PPN 12 persen sudah diamanatkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, pemerintah justru akan melanggar konstitusi bila memaksakan kebijakan itu di tengah kondisi seperti saat ini.
“Hal demikian jelas tidak sesuai dengan amanat konstitusi karena konstitusi mengharapkan semua tindakan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus diarahkan bagi terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Pemerintah mengumumkan penerapan PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari kebijakan era Presiden Joko Widoo lewat UU HPP.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyatakan PPN 12 persen berlaku kepada semua barang yang selama ini terkena PPN. Daftar itu meliputi barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat, mulai dari sabun mandi, makanan siap saji di restoran, pulsa telepon, tiket konser, hingga layanan video streaming seperti Netflix.
Kenaikan PPN 12 persen memicu reaksi negatif di masyarakat. Warga menggelar demonstrasi hingga membuat petisi. Petisi berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” di situs change.org sudah ditandatangani 194.433 orang pagi ini. ***
Sumber: cnnIndonesia.com