editor : redaksi | sumber : radarnasional.net
SULTENG – Hukum dapat dibeli, sudah menjadi ‘ejekan’ di ruang publik ternyata memang patut diberi perhatian. Kerja aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa dan hakim mesti terintegrasi. Bila tidak, maka akan digunakan oknum tiga institusi untuk memperkaya diri sendiri dengan ‘menyulap’ kasus menjadi rupiah.
Adalah terdakwa FF, ditangkap polisi di rumahnya memiliki 2,4 kilogram sabu-sabu. FF bukan hanya pemilik, tapi pengedar, dan pemakai. Publik dibuat heran ketika pengadilan negeri (PN) Palu menjatuhkan vonis 12 tahun penjara serta denda Rp5 miliar subsider 3 bulan kurungan saja.
Sebagaimana putusan perkara Nomor 197/Pid.Sus/2025/PN Pal ini dibacakan 17 September 2025 lalu. Saat dilansir oleh media Radar Nasional (19/9/2025) telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
FF kata majelis hakim terbukti sah dan meyakinkan tanpa hak menjadi perantara jual beli narkotika golongan I. Barang bukti berupa 13 paket sabu seberat 2.454,4479 gram, timbangan digital, sendok sabu, plastik klip kosong, dan sebuah baskom diputuskan untuk dimusnahkan, sementara 1 unit iPhone 14 dirampas untuk negara.
‘’Ini mesti mendapat perhatian serius untuk menyelamatkan generasi bangsa ini. Presiden memberikan makan bergizi gratis (MBG) tapi dirusak dengan peredaran narkotika. Bahkan sudah ke desa. Bandar punya kilo kilo sabu hanya diputus hukuman tak masuk akal. Nanti dikurang kurangi remisi tidak lama keluar lagi. Gubernur sedang punya program BERANI Cerdas akan dirusak peredaran narkoba. Semua harus duduk bersama. Panggil jaksa, hakim dan polisi. BNN juga bicarakan bagaimana solusi,’’ terang tokoh muda masyarakat Sulawesi Tengah, Muhammad Nawawi Alamri, 21 September 2025 di masjid Agung Jalan Masjid Raya Palu.
‘’Jangan rakyat marah kalau sudah jenuh. Belajar kasus Agustus kelabu kerusuhan di beberapa kota lalu. Kok tidak belajar dari yang sudah terjadi. Sebaiknya Pak Kajati Rahmat panggil jaksanya. Ada Asisten Pengawas Jaksa. Begitu juga Ketua Pengadilan Negeri panggil hakimnya. Ini bencana hukum,’’ tandasnya lantang.
KEJARI PALU MEMBANTAH
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Desianty, S.H., yang menangani perkara ini, bersama dengan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Palu, Inti Astutik, S.H., M.H.
Kasi Intel Yudi Trisna Wijaya memberikan penjelasan resmi. ‘’Setelah dicek, putusan ini sudah inkrah dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari putusan hakim, telah memenuhi 2/3 dari tuntutan JPU sehingga hal tersebut telah sesuai dengan SOP,” tegas Yudi, Jumat (19/9) pada radarnasional.net
Lanjut Yudi, walau UU narkotika mengatur ancaman pidana seumur hidup atau hukuman mati, hal itu merupakan hukuman maksimal yang hanya bisa dijatuhkan untuk kategori tertentu sesuai tabel teknis pedoman tuntutan.
“Di dalam buku pedoman itu ada tabel teknis yang mengatur hukuman sesuai dengan berat narkotika, mulai dari ringan, sedang, berat, hingga maksimal. JPU tidak boleh keluar dari pedoman tersebut. Dan perkara ini sudah sesuai dengan pedoman teknisnya,” tangkis bos JPU itu.
Pak jaksa dan Pak hakim, apakah tabel buku pedoman hukum juga memiliki asas keadilan? Dampak ekstraktif narkoba seberat 2,4 kilogram bila beredar ke generasi muda? Berapa ribu anak muda akan rusak masa depannya? Jiwanya? Keluarganya? Termasuk merusak masa depan bangsa? Bayangkan salah satu yang terdampak keluarga jakss? Keluarga hakim? Keluarga polisi? ***