KASUS DUGAAN Korupsi pencairan APBD Sigi tahun 2016 sekira Rp 27 miliar, akan melahirkan babak baru pengungkapan dugaan korupsi berjamaah di Sulteng. Guna mengungkap kasus tersebut secara terang menderang, saat ini moncong penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng, tidak hanya mengarah pada pihak-pihak yang terlibat langsung dan ikut menikmati dana tersebut, namun mengungkap benang merah aliran dana miliaran rupiah itu pun terus diendus. Karena mau tidak mau dipastikan ada campur tangan anggota dewan.
Politisi PDI-Perjuangan yang juga anggota Komisi I DPRD Sigi, Torki Ibrahim Tura menegaskan bahwa dalam kasus ini, nasib 30 anggota DPRD Sigi bagaikan telur di ujung tanduk. Karena ada beberapa hal diluar espektasi wakil rakyat. Apalagi seluruh fraksi di Dewan Sigi setuju terhadap Perda APBD Perubahan 2015 dan Perda Penetapan ABPD 2016.
Tidak hanya itu, mantan Ketua Komisi III juga menambahkan bahwa kalau mau jujur anggota dewan Sigi saat itu, telah masuk dalam jebakan batmen. Jebakan terhadap anggota dewan karena mereka tidak mengetahui jika sebagian dana yang masuk dalam dokumen APBD 2016 itu, untuk pembayaran hutang proyek pada tahun 2015.
Memang kata Torki, saat diajukan RAPBD tidak disebutkan satu persatu nomenklaturnya, karena diajukan secara gelondongan oleh pihak eksekutif. Menurut Torki, permasalahan ini terkuak ketika eksekutif menayangkan SiRUP. Dari situlah terungkap “borok” yang selama ini disembunyikan.
Ternyata tidak ada kegiatan fisik tahun 2016 di Dinas PU Sigi. Namun anehnya terjadi proses pencairan 100 persen untuk pembayaran proyek tahun 2015. Ada sebagian pembayaran proyek tahun 2015 baru sekira 80 persen. Makanya dengan dana Rp 27 miliar bisa dilunasi sekalipun hal tersebut bertentangan dengan ketentuan.
Jebakan terhadap anggota dewan ini, lanjutnya karena mereka tidak mengetahui jika sebagian dana yang masuk dalam dokumen APBD tersebut untuk pembayaran hutang proyek pada tahun 2015. Pasalnya, dari beberapa item proyek yang di ajukan pihak eksekutif kepada dewan, sama sekali tidak dikerjakan.
Memang saat diajukan RAPBD tidak disebut satu persatu nomenklatur namun secara gelondongan, sehingga sulit bagi anggota dewan untuk mendeteksi. Meski demikian tambah Torki, dari 30 anggota dewan hanya dirinyalah menolak karena dana itu digunakan untuk membayar hutang proyek.
Ia juga mengaku bahwa dirinya Jumat (12/5) tadi sekitar pukul 09.00 Wita hingga pukul 11.00 Wita telah memberikan keterangan kepada penyidik Kejati. Dalam pemeriksaan tersebut penyidik menyodorkan 29 pertanyaan. Alhamdulillah semua katanya ia jawab. ‘’Saya siap kapan saja dipanggil lagi,’’ ujarnya kemarin ke Kaili Post di Palu. **
reporter/sumber: ramdan otoluwa/agus manggona