PDRB Sulteng Meningkat

  • Whatsapp
banner 728x90

.
Sumber: Humas Pemprov
PEMBANGUNAN
Domestik Regional Bruto (PDRB) per-kapita Sulawesi Tengah tahun 2016-2017
mengalami peningkatan cukup menggembirakan. Dari Rp. 91,05 juta tahun 2016
menjadi Rp 97,55 juta tahun 2017. Laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan
pertama 2018, adalah sebesar 6,62%. Data tersebut menunjukkan, indikator makro
pertumbuhan ekonomi terus membaik.

Namun di sisi lain
kondisi itu tidak serta merta menciptakan kondisi sosial yang baik secara
signifikan, karena masih diperhadapkan oleh berbagai isu internal, yakni,
pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh faktor konsumsi, serta investasi
tidak merata di seluruh kabupaten/kota, sehingga menyebabkan pertumbuhan
ekonomi dirasakan belum merata, kelembagaan usaha melalui kelompok usaha, belum
berkembang dengan baik, Masih tingginya angka kemiskinan serta rentannya
ketahanan ekonomi.

Demikian
disampaikan Gubernur yang sambutannya dibacakan Asisten Adm. Ekonomi,
Pembangunan dan Kesra, Dr. Ir. Bunga Elim pada acara workshop kesehatan ikan
dan lingkungan, pakan mandiri, temu bisnis UKM serta budidaya udang supra
intensif skala kecil dan menengah, Kamis, (20/09/2018).

Menurut gubernur,
menilik pembangunan Sulteng lima tahun ke belakang, sektor pertanian termasuk
di dalamnya kelautan dan perikanan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
optimal terhadap PDRB. Sektor ini, cukup banyak menyerap tenaga kerja, namun
ironisnya kontribusi angka kemiskinan justru paling banyak terjadi pada sektor
tersebut, kondisi ini memerlukan perhatian dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Konsekuensi dari
jumlah penduduk yang semakin bertambah diperkirakan sebesar 9,8 milyar pada
tahun 2030, untuk itu ada 4 (empat) hal penting yang harus disiapkan yakni :
(1) bagaimana cara menyediakan pangan; (2) bagaimana cara menyediakan energi;
(3) bagaimana cara menyediakan lapangan kerja; serta (4) bagaimana cara menjaga
kelestarian lingkungan.

Ke-empat hal
tersebut, adalah industrialisasi berbasis “blue economy”, yang bercirikan
peningkatan daya saing. Namun demikian, berbicara tentang daya saing, maka hal
ini sangat ditentukan oleh: (1) peningkatan produktivitas, dan (2) pemberian
nilai tambah produk (value added). Kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
varian inovasi; berupa teknologi adaptif berkelanjutan untuk menghasilkan
produk yang lebih cepat, lebih murah dan lebih baik dibanding teknologi
konvensional.

Terkait dengan
teknologi budidaya udang supra intensif lanjut gubernur, Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulteng sejak tahun 2013, telah mereplikasi teknologi
budidaya udang vaname supra intensif dengan konstruksi beton yang
produktivitasnya mencapai 150 ton/ha/siklus (4 bulan). Selanjutnya ditahun 2016
dilakukan pengkajian konstruksi yang lebih murah, terbuat dari plastik yang
ditopang oleh rangka besi, yang diberi nama budidaya udang “teknologi supra
intensif skala rakyat”, sehingga dapat diakses oleh masyarakat, kini teknologi
rekayasa konstruksi ini telah di-implementasikan dengan hasil yang memuaskan.

“Pengembangan UMKM
pada hakikatnya, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat sebagaimana diamanatkan pada pasal 16 ayat (1) undang-undang nomor 7
tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya dan
petambak garam,” sebut gubernur.

Sementara itu,
Panitia Pelaksana, Ir. Andi Dala Ponte, M.Si dalam laporannya menyatakan,
kegiatan workshop yang diikuti 120 orang peserta terdiri dari para pelaku usaha
budidaya ikan/udang, distributor pakan/obat ikan, pedagang
pengumpul/distributor hasil perikanan, UMKM pengolahan hasil perikanan,
perwakilan asosiasi, perwakilan asosiasi, dan pihak terkait lainnya.

Tujuan pelaksanaan
workshop, meningkatnya produktifitas dan nilai tambah produk perikanan,
meningkatnya system kesehatan ikan dan lingkungan dan penggunaan pakan mandiri
serta terjalinnya sistim bisnis usaha perikanan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan UMKM.**

Berita terkait