Ekonomi Jokowi, Seolah Hidup di Surga

  • Whatsapp
Sumber: cnnindonesia

EKONOM Universitas Indonesia (UI) Faisal
Basri mengkritik data-data perekonomian selama masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo yang disajikan Menteri Keuangan Sri Mulyani
hingga Gubernur BI dan Ketua OJK. Data-data yang disampaikan, menurut dia, tak
menggambarkan secara keseluruhan kondisi ekonomi Indonesia yang
sebenarnya. 


“Tadi pagi (saat Sri Mulyani, Perry Warjiyo dan Wimboh Santoso
menyampaikan paparan ekonomi) kita seolah-olah hidup di surga. Kalau betul di
surga, kenapa elektabilitas Jokowi mandek di 53 persen, kepuasan harusnya
meningkat luar biasa,” ujar Faisal Basri dalam diskusi CNBC
Indonesia Outlook 2019 di Jakarta, Kamis (28/2).

Faisal menilai punggawa-punggawa keuangan di pemerintahan Jokowi memoles
data-data perekonomian yang disampaikan sedemikian rupa. Padahal, banyak
masalah yang seharusnya menjadi konsen pemerintah.


“Mau pemilu ya pemilu, tapi kosmetik jangan
seperti pantomim. Poin saya, tidak ada yang bicara tentang impor yang terus
naik untuk pertanian, kemudian surplus nonmigas yang turun terus,” kata
dia.

Ia mengkritik data rasio pajak yang disebut Sri Mulyani mencapai dua digit.
Padahal, angka rasio pajak tersebut memasukkan komponen Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA).

“Cara (pemerintah) meningkatkan rasio pajak dengan memasukkan PNBP.
Keterlaluan menurut saya. Kalau begitu, penerimaan sumber daya alam turun, ya
rasio pajak juga turun,” jelas dia.


Ia juga mengkritik pernyataan Perry yang optimis
rupiah akan terus menguat dan berada di bawah Rp14 ribu. Menurut Faisal, dari
pernyataan Perry, BI seolah-olah hanya berharap penguatan rupiah dari
doa.

“Doanya apa? Modal asing datang terus. Itu kan doa, bukan usaha. Tidak ada
yang bisa menerka berapa uang yang akan datang ke RI,” ungkap dia.

Faisal menekankan siapa pun presiden yang terpilih dalam pemilu mendatang tak
akan berdampak terlalu buruk bagi perekonomian Indonesia di tahun ini. Ekonomi
tahun ini, menurut dia, tetap akan tumbuh di kisaran 5 persen.

“Siapa pun presiden yang terpilih, pertumbuhan ekonomi 4,75 persen sudah
di tangan. Tidak mungkin sampai krisi, pertumbuhan ekonomi 5 persen sudah di
tangan,” pungkas dia.**

Berita terkait