Mediator Tak Hadir, Sidang BNPB Ditunda

  • Whatsapp
banner 728x90


Reporter: Firmansyah Lawawi


SIDANG Gugatan terhadap Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) oleh 35 warga jalan Sungai Manonda
lorong Sungai Nil yang pada tanggal 23 Oktober 2018 rumah mereka dihancurkan
tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu, ditunda hingga Senin depan.

Kamis (27/6/2019)
bertempat di kantor Pengadilan KLS I A Palu, dalam sidang perdana dengan agenda
mediasi dihadiri oleh pihak tergugat, dalam hal ini BNPB pusat,  BPBD Sulteng dan BPBD Palu, serta masyarakat
jalan Sungai Nil tersebut, tidak dihadiri oleh pihak tergugat pertama, yaitu
BNPB.

Kuasa hukum penggugat,
Faradila Mewa, SH usai mediasi mengungkapkan bahwa sidang pertama direncanakan
pada hari ini, dengan agenda mediasi oleh kedua belah pihak. Namun, karena
pihak mediator belum hadir, akhirnya sidang ditunda hingga Senin depan.

“Setelah melalui
kesepakatan antara penggugat dan tergugat, akhirnya sidang mediasi dilanjutkan
hari Senin depan. Tergugat 1 dalam hal ini BNPN pusat tidak datang menghadiri
persidangan. Namun tergugat 2 dan 3, yaitu BPBD Sulteng dan BPBD kota Palu
hadir pada hari ini, ” ungkapnya.

Proses persidangannya
menurut Faradila, menunggu hasil mediasi, setelah itu akan dilaporkan kepada
majelis, kemudian akan ditentukan waktu sidangnya.

Tiga puluh lima warga
jalan Sungai Nil tersebut lanjut Faradila, menuntut keadilan atau ganti rugi
kepada pemerintah, dalam hal ini BNPB, atas penggusuran rumah mereka yang di
dalamnya masih terdapat barang-barang berharga, serta tidak adanya sosialisasi
atau pemberitahuan terlebih dahulu.

Di tempat yang sama, salah
seorang warga jakan sungai Nil, Supryatno (41 tahun) kepada media ini
mengatakan bahwa dia bersama 34 warga lainya menuntut ganti rugi atas
penggusuran rumah mereka, tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.

“Rumah saya
sebenarnya masih berdiri kokoh, namun dirobohkan. Dalam hal ini, kami menuntut
atas barang maupun benda berharga yang ada di dalam rumah kami. Jika rumah kami
hancur karena bencana alam, kami terima,” tegasnya.

Ditambahkanya, estimasi
total kerugian materil barang yang ada di rumahnya, mencapai Rp100 juta.
“Pekerjaan saya memperbaiki AC, jadi di gudang rumah, terdapat 30 AC yang
telah diperbaiki. Sementara, harga satu unit AC bekas sekitar Rp2 jutaan. Belum
lagi barang-barang berharga lainya, seperti TV, Kulkas dan lainnya,” akunya.

Olehnya dia berharap
kepada pemerintah, agar memberikan perhatian kepada mereka. Setidaknya, ganti
rugi barang-barang berharga yang terkubur bersama reruntuhan rumah.

Hal senada juga
diungkapkan warga jalan Sungai Nil, Marwan P Angku. Mereka melakukan tuntutan
kepada pemerintah, karena melakukan penggusuran secara masif. Tanpa
memperhatikan apakah, rumah tersebut masih dalam wilayah terdampak Likuefaksi
atau tidak.

Sementara, jalan Sungai
Nil tidak termasuk dalam wilayah terdampak Likuefaksi. “Di lokasi kami,
ada beberapa rumah yang hanya mengalami rusak ringan. Namun aparat tetap
melakukan penggusuran. Kejadiannya tanggal 23 Oktober 2018,” sebutnya.

Mantan ketua KPU Palu itu
juga menyayangkan pihak pemerintah tidak pernah melakukan sosialisasi sebelum penggusuran.

“Jika ada
pemberitahuan sebelumnya, berarti pemerintah memberikan waktu bagi kami untuk
mengambil barang-barang berharga yang masih ada di dalam rumah. Jika
dihitung-hitung harganya mulai dari kusen hingga isi rumah, bisa dibangunkan
kembali satu unit rumah,” paparnya.

Olehnya, melalui gugatan
mereka tersebut, mereka berharap agar semua harta benda mereka yang terkubur
bersama reruntuhan rumah, diganti oleh pemerintah.**

Berita terkait