Warga Morut Menangkan Gugatan Cabut HGU

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Firmansyah Lawawi

WARGA di tiga desa Kecamatan
Mori Atas Kabupaten Morowali Utara akhirnya bisa bernafas lega, setelah gugatan
mereka dikabulkan dalam sidang perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Palu,  terkait pencabutan Hak Guna Usaha
(HGU) atas PT. Sinergi Perkebunan Nusantara, Senin (24/6/2019)

Pihak penggugat
menghadirkan lima orang saksi. Antara lain adalah Dolpin Lapanda, Rantelatundu,
Dedi Ladumbu, Kristian Lamonya dan Wiliam. Pada tanggal 1 April 2019, penggugat
telah memasukan surat permohonan 
gugatanya ke PTUN.

Setelah melakukan
pertimbangan, Hakim Ketua PTUN, Arifudin dalam pembacaan keputusannya
menyebutkan bahwa mengabulkan permintaan pihak penggugat.

Hakim juga meminta kepada
kepala kantor pertanahan Kabupaten Morowali Utara untuk mencabut surat
keputusan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola oleh PT.Sinergi
Perkebunan Nusantara di tiga desa. Yaitu desa Le, Kasimori, Guntara Seluas
10895 hektar.

“Dengan adanya
keputusan ini, kami berharap agar penggugat jangan terlalu jumawa. Pihak
tergugat tentunya masih diberikan kesempatan untuk upaya hukum ke pengadilan
tingkat banding di Makassar, ” pintanya.

Setelah mendengarkan
keputusan dari PTUN, warga yang menghadiri persidangan sontak meluapkan
keharuan mereka dengan bertepuk tangan dan menangis sambil berpelukan.

Sebelum mengikuti
persidangan, sejumlah pihak penggugat melakukan aksi damai di depan kantor PTUN
jalan Mohamad Yamin Palu. Koordinator lapangan Almida Batulapa mengatakan dalam
tuntutannya meminta PTUN agar mencabut HGU PT.SPN, serta mengembalikan lahan
tersebut kepada masyarakat.

Menurutnya, penerbitan HGU
perusahaan diterbitkan pada tahun 2009. Sementara sertifikat tanah masyarakat
telah ada tahun sebelumnya.

“Pihak perusahaan
melakukan penanaman kelapa sawit dan penggusuran atas lahan warga. Perusahaan
tersebut merupakan BUMN. Olehnya kami melakukan gugatan ke PTUN. Sebelumnya
tidak ada sosialisasi kepada warga terkait HGU,” tandasnya.

Kepala Desa Le tersebut
juga menjelaskan masyarakat pihak perusahaan akan menggantikan lahan persawahan
mereka dengan kelapa sawit. Namun warga menolak tawaran tersebut.

“Tidak ada ganti rugi
terhadap lahan tersebut. Kami hanya ingin menanam padi untuk makan. Bukan kelapa
sawit,” pungkasnya.**

Berita terkait