sumber : MKRI.id
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan uji materi Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Permohonan ini menyoroti ketiadaan larangan bagi pimpinan organisasi advokat untuk merangkap sebagai pejabat negara.
Pasal yang dimohonkan sebelumnya hanya melarang rangkap jabatan dengan pimpinan partai politik.
Dalam praktiknya, hal ini dinilai membuka celah konflik kepentingan dan mengancam independensi organisasi advokat.
Salah satu contoh yang diangkat adalah Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, yang sejak 21 Oktober 2024 menjabat sebagai Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Meski telah menjadi pejabat negara, Otto masih aktif memimpin Peradi dan menyampaikan rekomendasi organisasi, termasuk mendesak Mahkamah Agung mencabut SEMA Nomor 73 Tahun 2015 tentang penyumpahan advokat.
Rekomendasi tersebut dinilai bisa ditafsirkan sebagai kebijakan resmi kementerian, sehingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan dominasi satu organisasi atas yang lain.
Padahal, saat ini terdapat berbagai organisasi advokat yang eksis secara de facto, seperti Peradi dan KAI.
Permohonan juga menyoroti pelanggaran terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang membatasi masa jabatan pimpinan organisasi advokat hanya dua periode.
Namun, Ketua Umum Peradi tetap menjabat untuk periode ketiga.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan profesi advokat memiliki kedudukan sejajar dengan penegak hukum lain seperti hakim dan jaksa.
Oleh karena itu, pembatasan rangkap jabatan penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga keadilan hukum.
“Jika seorang advokat diangkat menjadi menteri atau wakil menteri oleh Presiden, maka secara hukum ia tidak lagi menjalankan tugas sebagai advokat aktif. Dalam kerangka itu, menjadi tidak tepat jika tetap memimpin organisasi advokat,” tegas Hakim Konstitusi Arsul Sani.