Reportase: Ikhsan Madjido
Palu,- PETA Zona rawan bencana (ZRB) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat sangat kuat karena di tanda tangani oleh empat menteri, Kepala BNPB, Gubernur Sulteng, Ketua DPRD Sulteng, Walikota Palu, Bupati Donggala dan Bupati Sigi.
Pengamat kebencanaan Sulteng, Abdullah, menyayangkan masih ada warga Palu yang tidak mematuhi peta Zona Rawan Bencana (ZRB) dengan tetap membangun tempat tinggal dan bertahan di kawasan tersebut. Jadi sangat naif jika masyarakat membangun atau kembali membangun di zone merah hanya dengan alasan belum diperdakan.
Baca Juga: Resmi, Ini Peta Rawan Bencana Palu
“Mudah-mudahan tidak ada oknum yang membodohi masyarakat dengan mengatakan kembali saja atau membangun saja di situ (zone merah) karena belum ada perdanya,” kata Abdullah.
Padahal menyangkut perda, kalau perda Provinsi hanya di tanda tangani oleh gubernur, perda kota Palu walikota dan perda kabupaten oleh bupati. Lagipula kejadian bencana tidak memilih apakah wilayah tersebut sudah diPerdakan atau belum.
“Tapi yang sangat disayangkan adalah jika pemerintah hanya “diam” saja dalam kasus tersebut, padahal hal tersebut sangat berkaitan dengan keselamatan nyawa dan harta benda warga,” terang akademisi Untad ini.
Menurutnya, sepertinya pemerintah kurang turun ke lapangan, bersentuhan langsung dengan warga. Harusnya pemerintah memberi sosialisasi tentang pentingnya mematuhi Peta ZRB tanpa mesti menunggu revisi Perda RTRW Prov Sulteng, Kota Palu, Sigi ataupun Perda RTRW Donggala. Meskipun sudah dipasang patok dan penanda termasuk imbauan untuk tidak membangun seperti di pantai, kawasan likuifaksi dan di atas sesar. Namun itu belumlah cukup.
“Patok dan papan pengumuman tidak cukup. Harus ada sosialisasi langsung dengan warga, apalagi sudah nyata bahwa patok dan papan pengumuman tidak efektif dipatuhi,” dalihnya.
Ditambahkannya, BPBD lalai melakukan sosialisasi peta tersebut. Sosialisasi pun, saran Abdullah, tidak mesti ke lapangan. Bisa dilakukan di aula BPBD atau aula setiap kantor camat dengan mengundang kelompok-kelompok perwakilan warga korban bencana, sarannya.
Anggota tim ekspedisi Palu-Koro dan ekspedisi Poso ini pun mempertegas bahwa perda ataupun perwali tentag tata ruang hanya merinci “konten” peta ZRB, bukan memperkuat, karena peta ZRB secara hukum jauh lebih kuat dibanding perda apalagi pergub/perwali/perbup.
“Dan khusus zona dalam peta ZRB sebenarnya sudah rinci, tinggal sialisakannya secara intensif kepada warga, sambil membuat perda atau pergub/perwali/perbup tentang revisi RTRW-nya masing-masing,” tandasnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulteng, Bartholomeus Tandigala mengakui kurangnya sosialiasi ini.
“Iya itu betul. Karena penyiapan Huntap masih dalam pembangunan, jadi ada masyarakat yang tidak sabar menunggu. Ini keadaan yang terjadi sekarang,” katanya.
Namun pihaknya berjanji akan selalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat setelah rampungnya pembangunan Huntap yang tahan gempa dan dibangun di daerah aman.
Senada dengan Abdullah, pihaknya akan menyiapkan materi sosliasasi yang relevan, sinkron antara materi dari BPBD provinsi, Palu, Sigi dan Donggala). Dibawakan oleh narasumber yang menguasai permasalahan.
“Nanti ditentukan jadwal dan tempatnya, pesertanya adalah perwakilan warga korban bencana, baik jenis bencananya maupun lokasi bencananya,” tukasnya mengamini Abdullah.
Dikutip dari Antara, Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama badan geologi, TNI-Polri serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat telah memasangi patok ZRB di antaranya di sepanjang pantai Teluk Palu, kawasan likuefaksi Balaroa dan Petobo serta kawasan-kawasan yang berada di bawah sesar.
“Sudah dipasang patok dan penanda termasuk imbauan untuk tidak membangun seperti di pantai, kawasan likuifaksi dan di atas sesar. Hanya masyarakat yang tetap membangun punya argumentasi bahwa itu tidak bersifat regulatif. Artinya tidak tertuang dalam peraturan daerah,” kata Dharna Gunawan dalam rapat evaluasi penanganan pasca bencana di Kota Palu di ruang rapat Bantaya Kantor Wali Kota Palu. Sehingga dia menyebut alasan itulah yang mendasari sebagian warga tetap membangun dan tinggal di kawasan-kawasan yang dinyatakan sebagai Zona Rawan Bencana itu.
“Jadi mereka mengatakan kalau itu belum diperdakan maka mereka belum mau pindah dan mengikuti instruksi tersebut,” ucapnya di depan Wali Kota Palu Hidayat yang memimpin rapat tersebut.
Padahal Dharma Gunawan mengatakan kawasan ZRB tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Tengah dan disertakan dalam patok-patok ZRB yang telah terpasang.
Sementara itu Wali Kota Palu Hidayat dalam rapat yang dihadiri sejumlah camat, lurah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu meminta agar secepatnya membuat peraturan wali kota (perwali) mengenai penetapan ZRB tersebut. Tujuannya agar masyarakat mematuhi ZRB dan imbauan dalam patok-patok yang dipasang dan tidak tinggal di sana.
“Buatkan saja perwalinya karena pergubnya sudah ada. Sudah dituangkan dalam patok-patok itu. Tinggal dibuatkan perwalinya,” perintahnya.***