Kuliahkan Anak, Penyintas Palu Usaha Camilan Kelor Hingga Luar Daerah

  • Whatsapp
Mutmainah Penghuni Huntara yang kini berhasil bangkit dengan berbisnis Camilan Kelor
banner 728x90

Menjelang peringatan tragedi bencana alam 28 September 2018 silam, berbagai polemik masih terjadi pada masyarakat penyintas. Hal itu  diketahui melalui pemberitaan media Mainstream maupun media sosial.

Masih banyak masyarakat korban bencana tertatih-tatih dalam bertahan hidup maupun membiayai keluarganya. Bencana alam, memberikan duka yang sangat mendalam bagi masyarakat Sulawesi Tengah. Tercatat 4000 lebih nyawa terenggut akibat gempa bumi, Tsunami dan Likuefaksi.

Bencana alam tersebut juga berdampak bagi sosial ekonomi masyarakat penyintas yang tinggal di tenda pengungsian maupun Hunian Sementara (Huntara). Utamanya bagi warga yang bergerak dibidang usaha swasta. Selain harta bendanya, kini  mereka juga harus kehilangan mata pencahariannya.

Namun hal itu tidak berlaku bagi Siti Mutmainah (46 tahun) salah seorang penyintas yang tinggal di Huntara Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantiklore kota Palu. Meskipun Tsunami menghancurkan rumah serta usaha meubelnya. Wanita tangguh  yang memilik tiga orang anak dan enam cucu tersebut, tidak patah arang  membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Berbekal bantuan maupun pelatihan dari Non Goverment Organization (NGO) dia membuka usaha rumahan camilan biskuit rol varian rasa kelor. Dari hasil penjualan tersebut,  Mutmainah mengaku sangat terbantu dalam biaya kuliah anaknya.

Mutmainah Penghuni Huntara yang kini berhasil bangkit dengan berbisnis Camilan Kelor

Ditemui di Huntara Kelurahan Layana Indah, Selasa (24/9/2019) Mutmainah mengaku bahwa penghasilan dari hasil penjualan produk tersebut selama tiga minggu terakhir, berjumlah Rp.750.000. Untuk pemasarannya, ungkap wanita yang berasal dari pulau Jawa tersebut, dititipkan di beberapa kios di kota Palu. Selain itu juga melalui penjualan on-line.

“Selama berjualan olahan camilan kelor selama tiga minggu terakhir, penghasilanya mencapai Rp.750.000. ” akunya. Selain dititipkan ke kios-kios, camilan kelor juga saya pasarkan melalui on-line. Sementara ini juga dipasarkan melalui  gerai di hutan kota Kaombona Palu. Bantuan dari DP3A kota Palu, ” katanya.

Selain itu, pemasaran dari camilan rol kelor buatan ibu Mutmainah, sudah merambah ke wilayah Makassar. Sebanyak lima puluh bungkus. “Hari ini, saya menerima pesanan camilan rol kelor dari kota Makassar”.

Motivasi dalam produksi camilan biskuit rol olahan kelor tersebut, lanjut suami dari Haris (49 tahun) berprofesi sebagai nelayan itu, berawal dari pelatihan yang difasilitasi oleh yayasan di kota Solo beberapa waktu lalu.

“Setelah mengikuti pelatihan olahan produk unggulan di kota Solo beberapa waktu lalu. Bersama dua puluh orang peserta dari penyintas bencana kota Palu, Saya berinisiatif membuat camilan khas kelor. Karena menurut saya hal itu masih langka di kota Palu. Sementara, bahan baku pembuatan produknya sangat melimpah, ” jelasnya.

Meskipun biaya kuliah anaknya, Miranti (21 tahun) bukan semata-mata dari hasil penjualan camilan kelor, Mutmainah sedikitnya merasa terbantu dengan hal tersebut. Karena hal itu menurutnya  merupakan sebuah langkah awal  yang baik prospek kedepan  keluarga, maupun dalam memberikan motivasi bagi warga penghuni Huntara.

Ketua kelompok usaha produksi rumahan di Huntara Layana Indah itu, kini membuka usaha sampingan lainya. Dengan mendirikan kios kecil-kecilan di tempatnya.

“Kami orang tua berusaha semaksimal mungkin untuk berupaya memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak. Biaya kuliah anak ketiga saya yang kini telah semester tiga, juga dari hasil nelayan suami saya. Alhamdulilah, dengan penghasilan dari jualan camilan kelor, saya berharap bisa membantu perkuliahan anak saya kedepanya”.

Reporter: Firmansyah Lawawi

Berita terkait