KTH Gonenggati Jaya Digugat Klaim Sepihak Pengusaha Kawasan Manggrove

  • Whatsapp
Masyarakat Goneganti Menolak Klaim Kepemilikan Kawasan Mangrove Goneganti Donggala (08/10)

Selasa, 8 Oktober 2019, Pengadilan Negeri Donggala menyidangkan salah satu perkara Gugatan Perdata dengan agenda Mediasi terhadap lima warga Kelurahan Kabonga Besar yang merupakan Pengurus KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) GONENGGATI JAYA oleh salah satu pengusaha di Kabupaten Donggala dengan inisial H.A, karena dianggap melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam mengelola wilayah Pesisir Pantai yang kemudian diklaim sebagai empang miliknya oleh Penggugat.

Hal ini didasari oleh keyakinan H.A karena memiliki Akta Jual Beli (AJB) pada tahun 1984. Selain lima warga Kabonga Besar tersebut, dalam gugatan juga tercantum Lurah Kabonga Besar dan Camat Banawa turut menjadi Tergugat.

Dalam dalil gugatan yang didaftarkan Penggugat tertanggal 1 Oktober 2019, H.A menjabarkan dirinya sebagai pemilik Empang yang luasnya ± 15.000 m2 (lima belas ribu meter persegi) yang terletak persis pada kawasan mangrove tersebut.

Ke lima warga Tergugat ini merupakan Aktivis Lingkungan yang sudah sejak lama melakukan penanaman mangrove disekitar pesisir pantai Kelurahan Kabonga Besar, namun secara resmi melalui Surat Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen Bidang Kelembagaan Penyuluhan Nomor: SK.03/WW/PPK-3/VI/2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, tentang Penerima Fasilitasi Pembentukan Wanawiyata  Widyakarya, yang dikeluarkan pada tanggal 7 Juni 2018, bersama masyarakat Kabonga Besar lainnya kemudian tergabung dalam KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) GONENGGATI JAYA, dengan mengusahakan kegiatan Wisata dan Pembibitan Mangrove di bawah binaan Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah.

Dalam proses sidang mediasi, yang dimediasi oleh Hakim Mediator Taufiqurahman S.H.,M.Hum tidak menemukan solusi atau titik temu antara Penggugat H.A dan kelima warga Tergugat.

Penggugat menganggap bahwa Wilayah Pesisir yang hari ini dikelola oleh KTH GONENGGATI JAYA merupakan milik dari Penggugat, kemudian meminta kepada para Tergugat agar dapat memahami kondisi tersebut. Di lain sisi, Tergugat menganggap bahwa klaim atas wilayah Pesisir Pantai tersebut tidak memiliki alasan yang kuat. Karena KTH GONENGGATI JAYA yang hari ini mengelola, hanya menjalankan mandat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengelola Wilayah tersebut.

Selain itu dalam mediasi, Tergugat tidak mengklaim wilayah itu adalah miliknya karena Tergugat mengetahui dan memahami sebagaimana disebutkan dalam PERPRES No.51 Tahun 2016 yang dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014 (“UU WP3K”) tentang Batas Sempadan Pantai. Berangkat dari keyakinan inilah Tergugat menganggap klaim H.A harus dibuktikan di Pengadilan, agar benar-benar dapat di percaya.

Setelah melalui proses mediasi dan tidak menemukan titik temu, kemudian para pihak meyakini alasannya masing-masing, Hakim Mediator menyimpulkan bahwa proses ini akan ditindak lanjuti dalam proses Pokok Perkara. Rencananya, agenda selanjutnya adalah pembacaan Gugatan dan akan di bacakan pada tanggal 15 Oktober 2019.

Kelima warga Kelurahan Kabonga Besar ini dampingi oleh 5 (lima) Pengacara Rakyat dari Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat Sulawesi Tengah (PBHR SULTENG) dan WALHI SULTENG, yakni Harun, S.H., Muh. Rasyidi Bakry, S.H.,L.L.M., Retnadumillah Saliha S.H.,M.H., Moh. Hasan Ahmad S.H., dan Andirwan, S.H.

Salah satu Kuasa Hukum Tergugat, Ibu Retnadumillah Saliha S.H.,M.H., menjelaskan bahwa “Pembelaan ini merupakan bentuk komitmen PBHR SULTENG terhadap pendampingan masyarakat. Di sisi lain, kita berharap hakim tetap objektif dalam menangani perkara ini. Kami sebagai Penasehat Hukum, pada prinsipnya tetap mengedepankan fakta–fakta persidangan dan terhadap apa yang didalilkan oleh H.A, akan kami bantah dan uraikan pada Jawaban Gugatan dalam persidangan nanti”, tutup Retna. ***

Reporter: Syamsir Hasan

Berita terkait