KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Sulawesi Tengah melalui Ketuanya Dedi Askari SH mengeritik soal tindak penanggulangan demontrasi mahasiswa selama 24–25 September 2019, termasuk upaya aparat melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia meminta jajaran Polda Sulteng tunduk pada aturan sebagai penegak hukum di lapangan.
Dedi dalam rilisnya menyebut bahwa, aksi massa ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta oleh elemen mahasiswa di Palu selama 2 (dua) hari, ada beberapa catatan. Yaitu aksi pada hari kedua yang melibatkan lebih banyak massa. Aksi yang mengusung isu penolakan beberapa RUU yang oleh DPR dipaksakan hendak ditetapkan mendapat reaksi keras dari masyarakat secara luas, termasuk kalangan mahasiswa.
Aksi massa 25 September 2019 berakhir chaos sebagai akibat dari satu sama lain antara massa aksi dan aparat kepolisian memilih sikap ‘keras’ atas pilihan masing-masing. Sesuai Peraturan Kapolri No. 9 Tahun 2008 tentang tata cara penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
Sikap serta Respon Komnas HAM yaitu; setelah melihat atau melakukan pemantauan langsung oleh tim yang diturunkan Rabu 25 September 2019 menggambarkan adanya upaya satu sama lain bertujuan saling memprovokasi baik dari massa aksi ribuan mahasiswa maupun dari aparat kepolisian yang bertugas mengamankan jalannya pelaksanaan demonstrasi.
Merujuk Perkapolri, No. 9 tahun 2008; Pasal 13 dengan tegas menyatakan bahwa, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. Melindungi Hak Asasi Manusia; b. Menghargai asas legalitas; c. Menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d. Menyelenggarakan pengamanan.**
sumber/editor: Komnas HAM/andono wibisono