Tiga Tahun Berjuang, Ini Tekad Penyintas Petobo

  • Whatsapp
Foto: newslintassulawesi

Palu,- September 2018 kemarin, fenomena alam terdahsyat abad ini terjadi di bentangan Sesar Palu Koro. Fenomena alam yang kemudian merenggut ribuan nyawa serta merusak banyak gedung dan hunian ini menyisakan berbagai persoalan. Bagi sebagian orang Palu, fenomena alam ini mereka sebut sebagai “Bencana 3 in 1” yakni Gempa Bumi, Tsunami dan Likuefaksi yang ketiganya sekaligus terjadi di Palu, yakni Gempa Bumi di Palu dan sekitarnya, Tsunami di 17KM garis Pantai Teluk Palu bahkan hingga wilayah Donggala dan Parigi, Likuefaksi di Balaroa dan Petobo, melenyapkan banyak kehidupan dan aktivitasnya.
Petobo yang menjadi wilayah terdampak paling besar, juga memiliki korban jiwa terbanyak, bahkan diantaranya masih berstatus hilang, masih terus berjuang hingga hari ini. Mereka menyatukan pikiran dan gagasannya melalui Forum Korban yang diketuai oleh Moh. Rino Pantorano alias Kato. Ketika ditemui, Kato menuturkan kisah perjuangan mereka dalam hal menghadirkan Negara bagi para penyintas di Petobo. Berikut adalah pertanyaan dan jawaban saat kami mewawancarai Kato.

  1. Sudah berapa lama tinggal di Huntara…?

Tiga kali puasa, tiga kali lebaran dan akan menjadi tiga kali Idul Adha kami disini.

  1. Seperti apa situasi Huntara saat ini..?

Tidak ada yang istimewa, bahkan jauh lebih buruk dari yang dibayangkan. Kalau matahari panas, kami sangat kepanasan. Kalau hujan, bukan hanya kehujanan. Septitank juga banyak yang meluap. Sebagian kamar mandi umum sudah rusak, calsi board yang dipakai, dinding tripleks yang dipakai, banyak yang rusak.

  1. Bagaimana ceritanya sampai akhirnya memantapkan diri berjuang atas nama Forum Korban…?

Ya sederhana saja. Semua yang dilakukan secara kolektif, dalam hal ini melibatkan banyak orang, pasti lebih baik dibanding yang berjuang sendiri.

  1. Kapan Forum Korban ini dibentuk…?

Saya sendiri sejak pasca gempa September 2018 kemarin bahu membahu, saling membantu. Karena di Petobo sini tidak ada orang lain, keluarga semua. Tetapi di akhir bulan Oktober menuju awal November 2018 bersama Pak Yahdi dan sejumlah totua di Petobo, kami intens melakukan komunikasi dan akhirnya mantap berjuang bersama melalui sebuah wadah Forum Korban. Ada dua forum korban, yaitu Forum Warga Korban Likuefaksi Petobo bertugas untuk mengawal “livelihood” sejak masa Emergency Respon hingga Rehab Recon, sedang FPKPP bertugas mengawal HUNTAP.

  1. Apa saja yang sudah dilakukan forum korban sejauh ini…?

Kami berjuang. Kami mengorganisir warga, sering melakukan diskusi tentang bagaimana menyelesaikan persoalan di Petobo. Enam bulan pertama pasca bencana, kami bahkan pernah melakukan aksi damai ketika Jusuf Kalla datang dengan bentangan spanduk seadanya bertuliskan “Puang Ucu Kami Butuh Air….” bahkan hari itu kami bergesekan dengan Paspamres dan sejumlah aparat lainnya. Kami juga sering melakukan diskusi bersama NGO, bertukar pikiran dan pengalaman bersama penyintas lain, kami juga aktif mengikuti RDP di Kota dan Propinsi, juga sudah lebih dari tiga kali melakukan unjuk rasa serta satu kali mengikuti Kongres Korban Pasigala.

Berikut ini kami lampirkan arsip perjuangan Forum Korban Petobo yang dirilis saat mengikuti RDP di DPRD Kota Palu pada 22 Juni 2019.

Uraian sebagai sikap dan rekomendasi dari Forum Warga Korban Likuefaksi Petobo saat RDP di DPRD Kota Palu (Jum’at, 21 Juni 2019)

  1. Sebagai Warga Negara, apalagi Korban, warga PETOBO korban Gempa & Likuefaksi memiliki HAK HIDUP yg lebih baik ke depan. Pilihan untuk tetap tinggal di area PETOBO ATAS adalah FINAL, selain sebagai penghormatan atas Tanah Leluhur, aspek geologi karena di atas Tanggul, juga soal alas hak yg menyertai bahwa wilayah shelter Pengungsian tsb masih dalam cakupan Kelurahan PETOBO, maka Negara dalam hal ini GUBERNUR perlu merevisi SK No. 369/2018 tentang Lahan Relokasi/Fasum/Fasos khususnya KOTA PALU, dengan menambahkan Petobo Atas dalam SK _aquo.
  2. Pasokan air berikut bahan bakar untuk operasional beberapa Mesin Pompa Air, penggantian mesin solar & tenaga surya ke listrik, perlu diatasi oleh Pemerintah Daerah secara prioritas. AIR sumber kehidupan warga.
  3. Transparansi dana bantuan baik APBN, APBD dan dana non-pemerintah dari berbagai Sukarelawan, Lembaga2 Sosial dll, agar Rakyat percaya pada Pemerintah;
  4. Sosialisasi Permensos No. 4 Tahun 2015 & berbagai regulasi Kebencanaan agar Korban tahu persis hak-hak nya;
  5. Evaluasi penanganan bencana sejak ER sampai RR di mulai dengan melibatkan organisasi korban yg sudah ada, sebagai komitmen partisipasi masyarakat yg selalu didengungkan dalam UU, Peraturan Daerah & Pidato2 Pemerintahan;
  6. Kejelasan Jadup & bantuan pemulihan sosial (kegiatan ekonomi di kembalikan semula, misalnya para petani sawah yg sekarang menganggur).
  7. Temuan (terduga) bantuan berupa beras yg di biarkan begitu saja & belum di bagikan di gudang logistik di pasar bulili.
  8. Sistem Informasi 1 Atap. Kejelasan mekanisme pengaduan, karena pemerintah terkesan lepas tangan. Mengadu ke walikota, di suruh ke gubernur, ke gubernur di suruh ke pusat. Penyintas tidak punya kemampuan untuk itu. Makan saja hanya cukup untuk hari ini, belum tau besoknya. Mana bisa ke pusat untuk bertanya. Harapannya Pemerintah Daerah tidak alergi pada protes dan kritik yg disampaikan terkait penanganan bencana. Kemana lagi kami (anak) mengadu kalau bukan ke orang tua (pemerintah).
  9. Pemerintah & Pemerintah Daerah harus tampil utuh sebagai NEGARA, yg bertanggung jawab dalam pemulihan bencana.

Disampaikan oleh Delegasi Forum Warga Korban Likuefaksi PETOBO dalam Rapat Dengar Pendapat di DPRD Kota Palu, 21 Juni 2019, jam 13.30 sd selesai.

Dto,-
Yahdi Basma (Ketua)
Moh. Rino (Sekretaris)

Diwakili Oleh :

  1. Amurudin Sumarante (Wakil Ketua)
  2. Ista Nur Masyitah (Wakil Sekretaris)
  3. Mulyani (Bendahara)
  4. Irwan (Pengurus)
  5. Iwan (Pengurus)
  6. Moh. Ruslan Umar (Pengurus)

Maaf, kami tak sempat ambil foto. Meskipun tau RDP ini belum tentu mewujudkan apa yang ada dalam pikiran kami, tetapi namanya saja berusaha, semua jalan yang benar di tempuh. Usaha terus, terus-terus usaha. Karena “tercapai, tuntas & sukses” hanya batasan semu berupa diksi.

  1. Adakah pencapaian yang diraih melalui Forum Korban…?

Pencapaian…? Pencapaian kecil seperti berhasil melaksanakan diskusi tentang Sesar Palu Koro bersama Tim Peneliti Sesar Palu Koro dan kriteria bangunan tahan gempa bersama IAGI, atau mendatangkan peneliti Jepang untuk mengetahui “keaman” sumber air yang ada disini, dan lainnya belum merupakan pencapaian seperti yang kami semua cita-citakan.

  1. Lantas apa saja target Forum Korban…?

Target nomor satu sampai detik ini adalah HUNTAP di area 800 atau Ranggaravana, begitu kami biasa menyebutnya.

  1. Sudah sejauh mana progress Huntap…?

Masih terus diperjuangkan. Kami bertemu secara terbatas dengan stakeholder secara intens pada Juli ini dengan harapan mendapat kepastian Huntap di area 800.

  1. Apakah terjawab oleh stake holder…?

Kami diminta melakukan beberapa hal, diantaranya adalah bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam hal ini kelurahan untuk melakukan validasi data penyintas petobo yang memilih Huntap di area 800 dan sedang kami kerjakan hingga hari ini.

  1. Terkait Forum Korban, apa harapan/sikap Forum yang ingin disampaikan…?

Untuk yakinkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Gubernur & Walikota), korban Petobo yg diwakili oleh 2 organisasi korban yg selama ini concern perjuangkan HUNTAP, mereka sudah perlihatkan dukungan para Kepala Keluarga Penyintas Likuefaksi/Gempa 28/9 yg ditandai dengan bundel tanda tangan serta hardcopy KTP para Kepala Keluarga. Sedikitnya, bundel sikap korban tersebut berisi 819 tanda tangan KK korban.

Olehnya kami meminta dengan penuh kerendahan hati pada semua pihak agar kiranya membantu kami untuk mewujudkan cita-cita kami bermukim di area 800. Baik itu pada Walikota, Ketua DPRD Kota Palu, Gubernur dan Ketua DPRD Propinsi Sulawesi Tengah serta seluruh masyarakat yang turut menyaksikan perjuangan dan penderitaan kami, kiranya berkenan membantu meski hanya dengan do’a agar perjuangan kami dimudahkan.
Sikap Forum sendiri sampai dengan detik ini belum berubah. Huntap area 800 harga mati!

Demikian Kato menyampaikan kepada kami. Perjuangan Penyintas Petobo belum usai, bahkan masih terus berlanjut. Tiga tahun hidup di Huntara, berusaha berdamai dengan keadaan yang ada. Bahkan seringkali dilingkupi pilu ketika hari raya, berkumpul bersama keluarga terkasih tidak lagi bisa dilaksanakan. Ada banyak anak yang kehilangan orangtuanya, ada banyak orangtua yang kehilangan anaknya, ada lansia yang akhirnya hidup sebatang kara karena keluarganya habis dilahap likuefaksi, ada pula yang kehilangan mata pencahariannya. Mereka semua masih bertahan hidup di Huntara Petobo hingga saat ini dan merasakan penderitaan ganda setelah Pandemi Covid-19 sejak 2020 kemarin. Mereka semua menjadi kaum rentan karena dipaksa hidup dengan gaya komunal, 12 bilik dalam satu bangunan, dengan kamar mandi dan dapur umum dan tanpa privasi sama sekali. ***

Berita terkait