Sulawesi Tengah,- Akhir-akhir ini kembali civitas akademika Universitas Tadulako di Kota Palu Provinsi paling tengah di Pulau Sulawesi berpolemik soal – soal lama yang oleh sebagian orang sudah dipertanggung – jawabkan menjadi penerimaan negara PNPB. Redaksi kailipost.com berusaha mewawancarai mantan Rektor Untad Prof Dr Basir Cyio via daring. Berikut jawaban lugas, mantan wartawan senior di sebuah media cetak grup Jawa Pos di Palu itu.
Wartawan : Assalamualaikum kanda Prof? Sehat selalu. Apa kabar?
Basir cyio : walaikum salam dinda, sehat alhamdulillah. Sehat ki? Penting jaga kesehatan. Dimana ini?
Wartawan : di Makassar kanda. Kanda sekarang mencuat lagi masalah lama soal POTMA, dana 53 miliar rupiah dan beberapa hal lagi. Saya mau wawancara? Ada waktu kanda?
Basir Cyio : Siap dinda. Silahkan hehehe bagus agar bisa jelas semua bukan hanya jawaban saya tapi fakta yang terjadi. Dari mana dulu ini? Hehehehe
Wartawan : Mengapa sampai diulik lagi masalah ini? Apa ini memiliki irisan dengan lalu atau ada temuan baru sehingga mencuat kembali?
Basir Cyio : hahaha ini langsung menyodok ke pokoknya. Okelah begini ya dinda kebetulan juga saya pernah diwawancara hal begini dengan media majalah besar terbit di Jakarta. Jadi saya jelaskan detail persis sama.
Saya mencoba memberi tidak sekadar jawaban tetapi saya harus menyajika data agar masyarakat luas juga tahun, bahwa konten-konten yang disampaikan oleh (sekarang) bernama KpK sama persis dengan apa yang selalu digaungkan oleh Prof Dr Ir Marhawati Mappatoba MT, menjelang Pilrek, di mana suaminya salah satu Balon Rektor kala itu. Sekarang, KpK dimotori oleh Prof Dr Djayani Nurdin, tetapi Prof Marhawati Mappatoba juga ada di dalamnya.
Soal POTMA, menerbitkan SK kepengurusan POTMA Fakultas Kedokteran, pernah, yang tujuannya adalah agar ada yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan antara kepentingan Orang Tua Mahasiswa (POTMA) dengan Universitas Tadulako dan Fakultas Kedokteran, mengingat Fakultas Kedokteran bukan unit yang berdiri sendiri melainkan inklusif dengan Universitas Tadulako secara kesuluruhan.
Organisasi POTMA sendiri adalah identik dengan KOMITE SEKOLAH, namun organisasi POTMA ini hanya ada di Fakultas Kedokteran
Sebab selain FK masih baru (jalan tiga tahun sejak menerima mahasiswa baru 2008/2009), juga membutuhkan pembiayaan yang besar, sementara Dana APBN, khusus operasional FK tidak teralokasikan.
Di samping itu, Pengurus POTMA yang diketuai oleh. Prof Dr Ir Hj Marhawati Mappatoba dan pengurus lainnya adalah hasil musyawarah mereka, dan entah mekanisme pemlihannya hingga terpilih Ketua, pihak rektorat tidak mencampuri kecuali hanya meng-SK kan. Sangat diharapkan agar dalam mengurus organisas POTMA sebagai media, dapat melakukan upaya-upaya yang dapat menopang keberadaan FK yang masih baru dan masih dalam situasi yang penuh keterbatasan, baik sarana maupun prasarana yang sangat dibutuhkan oleh FK kala itu dan masih berada dalam pembinaan FK UGM.
Secara berangsur, dana APBN mulai teralokasikan dari Pemerintah Pusat, baik untuk Gedung maupun peralatan Lab (walaupun kini semua telah hancur karena Gempa Bumi pada tanggal 28 September 2018).
Sekarang ini dinda, saya sudah tidak memahami perihal ketersediaan dana untuk proses recovery mengingat saya telah
mengakhiri masa bhankti pada 5 Maret 2019.
Wartawan : Benarkah Anda yang memerintahkan membuka rekening untuk menampung uang sumbangan orang tua mahasiswa? Apa dasar hukumnya?
Basir Cyio : Bukan memerintahkan, tetapi keharusan setiap pungutan wajib melalui rekening. Karena POTMA dibentuk melalui SK Rektor, maka itulah mengapa POTMA tidak bisa semaunya melakukan transaksi tanpa ada koordinasi dengan pihak Universitas, baik rektorat maupun ke fakultas. Pada awalnya tahun 2011, SPP dan Hibah Orangtua Mahasiswa disetor masuk ke dalam Rekening Universitas Tadulako, namun karena Hibah adalah partispasi
masyarakat dari orangtua Mahasiswa, maka POTMA dinilai paling tepat dalam menerima, dan
tidak boleh tidak, harus melalui Rekening, agar dana yang identik dengan Komite Sekolah,
semua pihak memahami transaksi keuangan yang dilakukan oleh POTMA. Mempermudah
dalam menelusuri, mengingat posisi Rektor (ex office) tidak bisa lepas tangan sebab dana yang
diterima Pengurus POTMA adalah dana masyarakat (Orang tua Mahasiswa), bukan dana yang
diperoleh Pengrus POTMA dari USAHA BISNIS, SEMISAL JUAL KALENDER, JUALAN
KUE BAZAR DAN SEJENISNYA.
Jadi, keberadaan Organisasi POTMA adalah perpanjangan tangan dari Masyarakat (Orangtua Mahasiswa) dan juga menjembatani ke Universitas Tadulako. Dana harus melalui rekening, bukan dengan cara ditampung secara konvensial, agar dapat mempermudah jika sewaktu-waktu ada audit atau pemeriksaan dari Aparat Penegak Hukum
(APH).
Wartawan : Prof, ada selentingan kanda sebagai rektor memerintahkan pengurus POTMA agar sisa sumbangan sebesar Rp15 miliar (diluar dari kebutuhan anggaran FK Kedokteran) pada 2012 disetor kepada rekening rektorat?
Basir Cyio : Setiap pungutan dana masyarakat, harus masuk ke kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), termasuk yang disetor ke rekening POTMA sebagai jembatan yang berfungsi mengkomunikasikan antara orangtua mahasiswa dengan Universitas. Jumlah dana yang diterima Pengurus POTMA yang diketuai Prof Dr Ir Marhawati Mappatoba, sebesar Rp20.867.000.000 (Dua puluh miliar delapan ratus enam puluh tujuh juta rupiah). Jadi saat Ketua POTMA Prof Marhawati Mappatoba beserta Bendaharanya Dra Sumarni menyetorkan dana Hibah orangtua ke Rekening operasional BLU Untad pada BNI dengan Nomor 0084292405 tanggal 4 September 2012 sebesar Rp15 miliar, sebenarnya masih tersimpan Dana Masyarakat di Rekening yang dikelola Prof Marhawati Mappatoba dan Bendaharanya (Dra Sumarni MSi) sebesar Rp.5.867.000.000 (Lima miliar delapan ratus enam puluh tujuh juta rupiah), yang seharusnya juga menjadi Peneriaan Negara Bukan Pajak, bukan hanya yang Rp15 miliar.
Dana Rp15 M dari Pengurus POTMA tersebut, telah sah menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Tahun 2012, sesuai dengan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) PK BLU Untad Nomor 01243/UN28/KU/2012 Tanggal 21 September 2012, dan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B) dari Kantor Pelayanan perbendaharaan Negara (KPPN) Palu Nomor 803981A/051/401 Tanggal 27 September 2012. Ini artinya, jika suatu dana
telah disahkan sebagai Dana Negara, maka sekecil apapun penggunannya harus tunduk dan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana mekanisme penggunaan dana APBN yang bersumber dari Pajak. Perlu dijelaskan, bahwa sekalipun Rektor sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang bersifat ex officio, namun Rektor bukan Kuasa Pengguna Uang (KPU), sebab Kuasa Pengguna Uang adalah unit-unit yang memiliki kewenangan dalam pembelanjaan berdasarkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang disahkan oleh Pejabat Eselon I di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Dalam hal anggaran, sumber utamanya hanya ada dua, yakni dana masyarakat (PNBP) dan Dana Pajak (APBN), yang
jika tertuang dalam DIPA, maka sumber dana tidak lagi harus didikotomikan, yang mana melalui Fakultas A dan yang mana Melalui Fakultas B, melinkan sebagai Uang Negara yang sah, sepanjang dana itu telah disahkan menjadi penerimaan negara.
Saya ingin menegaskan bahwa setelah Rp15 M telah disahkan sebagai PNBP oleh KPPN Palu, maka sesungguhnya masih ada dana masyarakat yang tersisa di Rekening POTMA sebanyak Rp5.867.000.000. Dari dana tersebut, Pihak Pengurus POTMA yang diketuai oleh Prof Marhawati Mappatoba telah membelajakan secara langsung dan ada yang dikirim ke FK UGM sebagai pembina, yang totalnya mencapai Rp4.802.227 (Empat milyar delapan ratus dua juta dua
ratus dua puluh tujuh rupiah).
Dengan demikian, masih tersisa dana Masyarakat yang dikelola POTMA sebanyak Rp1.064.721.530, dan ini juga harusnya disetor ke Kas Nehara untuk mendapat mengesahan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh KPPN sesuai dengan Hasil temuan Audit Itjen Kemendikbud pada akhir Februari 2014 dan hasil pemeriksaan DitRekrimsus pada 15 Desember 2014.
Wartawan : Data menyebut hingga akhir 2013, sisa sumbangan yang disetor kepada rektorat berjumlah
Rp 40 miliar. Digunakan untuk apa saja uang itu?
Basir Cyio : Pada poin sebelumnya telah terkait dan telah saya jelaskan, namun dapat saya uraikan secara rinci sebagai berikuti:
A. Pada Tahun 2011, dana Masyarakat melalui Hibah Orangtua FK Untad sebesar
Rp6.198.497.500,- (Enam miliar seratus Sembilan puluh delapan juta lima ratus
rupiah). Dana ini masuk Kas Negara dari Rekening Kelolaan PK BLU 0084292336
selanjutnya disetor ke Kas Negara dengan Bukti Setoran SSBP Nomor
4108/H28/KU/2011 tertanggal 9 September 2011 (Bukti NTPN 1205111308001105)
sebesar Rp6.120.497.500. Selanjutnya pada Tanggal yang sama, 9 September 2011
disetor ke Kas Negara sesuai dengan SSBP Nomor 4117/H28/KU/2011 sebesar
Rp910.642.500 (Sembilan ratus sepuluh juta enam ratus empat puluh dua juta lima
ratus rupiah), dengan Bukti NTPN 1510000509110503. Pada tahun 2011, tersiman di
Rekening Pengurus POTMA dana Masyarakat sebesar Rp2.046.000.000 (Dua milyar
empat puluh enam juta rupiah). Dana ini juga diperintahkan untuk disetor ke Kas
Negara/Kas BLU sesuai rekomendasi Tim Audit Tujuan Tertentu Itjen Kemendikbud
akhir Februari 2014 dan Temuan Dit-Krimsus Polda Sulteng pada 15 Desember 2014.
B. Pada Tahun 2012 (Baca Jawaban di Nomor 3 di atas) yang secara ringkas saya
jelaskan bahwa dari Rp20.867.000.000,- yang dikumpul di Rekening Pengurus
POTMA, yang disetor ke Kas Negara/Kas Kelolaan PK BLU Untad hanya sebesar
Rp15 Milyar. Dana tersbeut telah resmi menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) Tahun 2012 sesuai dengan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan
Belanja PK BLU (SP3B) Nomor 01243/UN28/KU/2012 Tanggal 21 September 2012
dan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B) dari Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Palu Nomor 803981A/051/401 Tanggal 27
September 2012. Dana Masyarakat yang masih tersimoan di Rekening Pengurus
POTMA sebesar Rp5.867.000.000 (Lima Milyar delapan ratus enam pluh tujuh juta
rupiah), yang seharusnya juga disetor ke Kas Negara sesuai dengan Rekoemdasi Tim
Audit Tujuan Khsus Itjen Kemdikbud pada Akhir Februari 2014, namun dana
tersebut telah dibelanjakan langsung oleh Pengurus POTMA.
C. Pada Tahun 2013 dana Masyarakat berupa Hibah yang disetor langsung ke Rekening
Operasional BNI Nomor 0084292405 sebesar Rp19.404.500.000 (Sembilan belas
milyar empat ratus empat juta lima ratus ribu rupiah). Dana tersebut telah disahkan
sesuai dengan Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU
Nomor 00385/UN28/KU/2013 tanggal 27 Juni 2013 dan Surat Pengesahan
Pendapatan dan Belanja (SP2B) dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) Palu Nomor 847036A/051/401 tanggal 28 Juni 2013 dan Surat Perintah
Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP3B) BLU Nomor 00763/UN28/KU/2013
Tanggal 27 September 2013 dan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja (SP2B)
dari KPPN Nomor 389407F/051/401 Tanggal 30 September 2013. Jumlah Dana
masyarakat yang masih tersimpan di Rekening POTMA sebesar Rp2.380.000.000,-
(Dua milyar tiga ratus delapan puluh juta rupiah), yang seharusnya juga disetor ke
Kas Negara sesuai rekomendasi Tim Audit Tujuan tertentu Itjen Kemdikbud pada
akhir Februari 2014 dan hasil Temuan Dit-Reskrim Polda Sulteng pada 15 Desember
2014.
D. Dari Point A, B, dan C dapat ditarik ikhtisar dana yang dituduhkan dikorupsi oleh
Prof Marhawati tahun 2013/2014 dan kini dilanjutkan oleh KpK yang didalamnya
juga ada Prof Marhawati, atau setidaknya bersumber dari ybs selaku Ketua POTMA,
sbb:
a. Dana Hibah dari Orangtua Mahasiswa Tahun 2011 dan telah disahkan sebagai
PNBP sebesar Rp6.198.497.500,- (Bukti Setoran ke Kas Negara NTPN
1205111308001105 dan NTPN 1510000509110503 pada 9 September 2011)
b. Dana Hibah dari Orangtua Mahasiswa Tahun 2012 dan telah disahkan sebagai
PNBP sebesar Rp15.000.000.000,- (Surat Pengesahan KPPN Nomor
803981A/051/401 Tanggal 27 September 2012)
c. Dana Hibah dari Orangtua Mahasiswa Tahun 2013 dan telah Disahkan
sebagai PNBP sebesar Rp19.404.500.000,- (Surat Pengesahan KPPN Nomor
389407F/051/401 Tanggal 30 September 2013)
d. Total (a+b+c) adalah Rp40.602.997.500,- (Empat Puluh miliar Enam Ratus Dua Juta Sembilan ratus Sembilan puluh tujuh juta lima ratus rupiah). Dana inilah yang dituduhkan kepada saya yang katanya dikorupsi.
Wartawan : Prof betulkah ada inisiasi menyurati Kejaksaan Negeri Palu untuk mengapresiasi penyelidikan kasus penggunaan dana POTMA?
Basir Cyio : Sebenarnya saya tidak pernah merasa bersitegang, karena saya menganggap, sedangkan
Rumah Tangga kecil yang kadang hanya berisikan empat sampai lima orang di dalamnya, terkadang ada
gesekan pandangan dan juga perasaan.
Kampus Untad yang kala itu jumlah dosennya 1.300 orang dengan Mahasiswa 38 Ribu plus pegawai sekitar 1.100 orang, wajar jika ada riak dan dinamika dalam kampus, seperti juga yang terjadi saat ini, dan saya yakin akan terjadi ke depan dengan orang berbeda dan dengan feneman yang juga tidak sama. Jangankan kampus yang baru tumbuh seperti Untad yang kala itu baru ber-Dies Natalias ke-30 tahunan, sedangkan Kampus
yang lebih besar di Pulau Jawa masih sering terjadi dinamika yang jauh lebih beresonansi.
Bahkan Bangsa Indonesia terlihat tiada hari tanpa saling mencerca dan memaki. Itulah dinamika
kehidupan. Atas pertanyaan itu, dapat saya jelaskan begini:
• Pada awal 2014, suasana Pemilihan Rektor menjelang berakhir masa jabatan saya yang
pertama (2011-2015) Maret 2015, begitu terasa. Suasana tidak sejuk mulai tercium, dan isu sentral yang diangkat adalah Saya Korupsi Rp40.602.997.500,- (Empat Puluh
miliar Enam Ratus Dua Juta Sembilan ratus Sembilan puluh tujuh juta lima ratus
rupiah), sama besarnya yang telah kami uraikan tadi. Jadi ada kesan bahwa dana yang Rp40,6 M itu masuk ke rekening pribadi saya dinda. Tapi saya tidak keberatan, melainkan menunggu segala bentuk dinamika. Saya pun secara pribadi selalu berdoa, semoga APH
yang menerima laporan, adalah orang-orang yang berhati mulia, tahu siapa yang melapor dan kira-kira apa yang melatir. Itulah doa saya, karena Jaksa dan Polisi bukan pribadi yang mudah dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Isu ini benar-benar menggelinding secara Nasional karena Prof Marhawati Mappatoba menyurat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang tembusannya sangat banyak, sampai muncul istilah hanya Allah
SWT yang tidak dikirimkan.
• Setelah KPK mengembalikan laporan Prof Marhawati Mappatoba Ke Kemndikbud, maka turunlan Surat Perintah Irjen Nomor 1980/G.G4/KP/2014 tanggal 12 Februari 2014 dengan menerjunkan sejumlah Tim yang kapabel dengan pokok Surat Audit dengan
Tujuan Tertentu.
• Waktu terus berjalan dan dari hasil Audit, telah dikeluarkan beberapa poin oleh Tim Inspektorat Jenderal bahwa dana Hibah Tahun 2011, 2012, dan 2013 dinyatakan Klir dan menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Totalnya selama tiga tahun adalah Rp40.602.997.500 yang telah disahkan oleh KPPN Palu (Baca: Nomor 4 Point D).
• Temuan Tim Inspektorat justru fokus pada Dana yang Dikelola Pengurus POTMA dari tahun 2011, 2012, dan 2013 yang bersumber dari Orangtua Mahasiswa sebesar
Rp10.293.000.000 (Sepuluh miliar Dua Ratus Sembilan Puluh Tiga Juta Rupiah), yang harusnya dikembalikan ke Rekening Kas Negara/Kas PK BLU Untad untuk disahkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh KPPN Palu, sama halnya dengan dana
yang Rp40,2 M tersebut. Namun, Dana sebesar Rp10,2 M itu, sebagian besar telah dibelanjakan secara langsung oleh Pengurus POTMA (Ketua dan Bendahara). Saat hasil Audit diserahkan kepada kami, ada beberapa Kesimpulan dan Rekomendasi. (i) Untuk
dana di rekening POTMA, Tim Audit Berkesimpulan (saya Kutip”: “Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Untad Tahun
2011 sd 2013 sebesar Rp10.293.000.000,- tidak secepatnya disetor ke Kas Negara/Kas
BLU Untad akan tetapi DIGUNAKAN LANGSUNG TANPA MELALUI Mekanisme APBN. Atas kesimpulan itu, Rektor dianggap tidak berpedoman pada PerundangUndangan terkat PNBP. Untuk itu, Tim Merekmendasikan agar dana itu harus disetor ke
Kas Negara. Saya selalu Rektor kala itu siap menindaklanjuti rekomendasi Tim Audit, dengan meminta agar Satuan Pengawasan Internal (SPI) memediasi secara persuasif agar dana yang ada di Rekening Pengurus POTMA segera disetor ke Kas Negara/Kas BLU
untuk disahkan sebagai PNBP, sama halnya dengan Dana yang RpRp40.602.997.500,-
(ii) Andai Pengurus POTMA dapat mengembalikan dana Masyarakat yang Rp10.293.000.000,- maka dana PNBP dari dana hibah mencapai Rp50.898.997.500,-
(Lima puluh milyar delapan ratus Sembilan puluh delapan juta Sembilan ratus Sembilan
tujuh jutah lima ratus rupiah) yang akan disahkan oleh KPPN Palu sebagai PNBP.
• Yang menarik adalah, dana Rp10,2 Milyar yang menjadi temuan justeru itu yang Ketua POTMA tidak ekspous ke permukaan melainkan dana Rp40,6 M yang terus
digelindingkan, tanpa pernah menjelaskan bahwa justru ketua dan bendahara POTMA
yang berutang pada negara. Ini yang saya maksud agar masyarakat mengetahui bahwa
justru Pengurus POTMA mengelola Dana Rp10,2 M, tetapi membesar-besarkan dana Negara yang telah disahkan sebagai PNBP. Bahkan dari Rekening Koran yang ada pada
kami, terlihat betapa dana yang dikelola oleh pengurus POTMA dinamika keluar masuknya itu sangat intens.
Wartawan : Pernakah ada upaya persuasif, internal dilakukan rektorat menyelesaikan masalah itu?
Basir Cyio : Sebenarnya pertanyaan ini lebih tepat ke Prof Marhawati Mappatoda dan Prof Djayani Nurdin
selaku tokoh berpengaruh sebab yang sering melakukan pelaporan ke Aparat Penegak Hukum (APH) adalah yang bersangkutan dengan tuduhan yang sangat keji dan
kejam dengan ambel-embel korupsi Rp40,6 M. Semua penjelasan yang disampaikan ke Prof Marhawati tidak satupun yang mau diterima. Bahkan menjelang Pemilihan Rektor, di mana suaminya (Prof Hairil Anwar) sebagai salah satu Balon, Ketua POTMA makin gencar membuat pelaporan. Bahkan saya pernah dilaporkan “Pencemaran Nama Baik” di saat saya
menyampaikan materi resmi di depan forum yang resmi pula, bersyukur para Ahli Bahasa yang
didatangkan Polda menyatakan tidak ditemukan ucapan penghinaan. Jadi keliru jika disebut saya melapor ke kejaksaan, melainkan meminta agar melihat secara utuh dana masyarakat di
Universitas Tadulako, tentu termasuk yang digunakan langsung oleh pengurus POTMA Prof
Marhawati Mappatoba, yang setelah diaudit mestinya dikembalikan ke kas negara. Ini yang harus diusut APH, apakah sudah dikembalikan atau belum sampai saat ini, yang jumlahnya
Rp10,2 M.
Wartawan : Benarkah ada sanksi etik terkait sikap Prof. Marhawati yang ujungnya sanksi skorsing.
Basir Cyio : Sebenarnya saya tidak pernah mendorong, namun dengan intensifnya menyurat ke berbagai
pihak menjelang Pemilihan Rektor, dan akhirnya turun Tim Audit, dan disimpulkan bahwa tidak
ada perbuatan melawan hukum, baik dari Itjen Kemendikbud maupun dari Polda (DitRESKRIMSUS) yang menyatakan tidak DITEMUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM,
maka Itjen justru meminta agar Prof Marhawati diperiksa dari sisi Etik, jadi bukan saya. Bahkan
banyak yang menyarakan kepada saya untuk melapor balik dengan tuduhan Pencemaran nama baik setelah Itjen dan Ditreskrimsus tidak menemukan perbuatan melawan hukum, namun saya berpendapat, “TIDAK ADA NAMA BAIK YANG RUSAK SEPANJANG
KITA TETAP BERBUAT BAIK, WALAUPUN ORANG LAIN BERUSAHA UNTUK
MERUSAKNYA”. Jadi untuk apa melapor balik hanya dengan tujuan balas dendam.
Saya selalu memahami makna suatu kehidupan untuk selalu menjalani lika liku dan riak-riak sosial dan politik. Pada akhirnya, semua akan berakhir. Tinggal tunggu waktu, siapa yang lebih dahulu mengakhiri jalan cerita kehidupan ini karena sudah dipanggil Allah SWT.
Wartawan : Benarkah Prof kala itu mencabut skorsing Prof. Mariawati setelah mendapat teguran dari Kementerian? Benarkah Prof juga memerintahkan pihak kampus
segera mencairkan tunjangan untuk Prof. Mariawati selepas pencabutan
sanksi?
Basir Cyio : Saya tidak pernah terlalu jauh melakukan langkah – langkah seperti itu, namun jika Komisi Etik berpandangan ada sesuatu yang harus sama-sama dibenahi, mungkin saja ada upaya dari Komisi Etik untuk mendudukkan setiap persoalan. Namun saya tidak yakin Prof Dr Marhawati mau mendengar apalagi memenuhi undangan Komisi Etik, sebab beliau selalu berpandangan bahwa kebenaran selalu ada di tangan beliau. Jadi bagi saya, tidak pernah melarang membayar tunjangan seseorang, kecuali kalau tidak menjalankan tugasnya. Di saat Prof Marhawati tidak mendapat Matakuliah di Program Pascasarjana, itu berawal Ketika
dimintai Transkrip Mata Kuliah S3 dengan harapan MK yang akan diberikan minimal berdekatan
atau bersinggungan dengan MK yang pernah diprogramkan. Namun sampai penjadwalan, Prof
Marhawati tidak menunjukkan Transkrip ijazah S3. Mungkin memang beliau tidak ada
perkuliahan selama mengambil S3.
Dalam hal pembimbingan Skripsi, Tesis dan Disertasi, hampis semua (tidak semua) mahasiswa
yang mengajukan Judul Penelitian ke Prodi, selalu meminta agar tidak dibimbing oleh beliau. Mungkin beliau baik, cuma terkadang mahasiswa tidak sanggup mengikuti pola pikir beliau
yang terlalu tinggi dibandingkan dengan mahasiswa calon bimbingannya. Di mata saya, Prof
Marhawati ini adalah sosok yang sangat jenius, dan itu juga diakui oleh mahasiswa saat
mengajar yang lebih banyak menggunakan Bahasa Inggris selama dalam ruangan, sehingga
mahasiswa kadang merasa “kuliah di luar negeri”. Dan saya pribadi sangat salut. Jadi rasanya
bukan tipe saya yang suka “memerintahkan” karena saya sudah paham siapa Prof Marhawati
Mappatoba. Sosoak yang selalu benar, dan kami selalu salah.
Wartawan : Prof ada Kelompok Peduli Kampus menyorot pengelolaan dana BLU yang diduga bermasalah. Gimana itu?
Basir Cyio : Saya selalu menghormati apapun pandangan orang. Setiap warga kampus berhak melakukan penilaian orang-orang yang mendapat amanah. Salah satu Tokoh Kelompok Peduli Kampus (KPK), Prof Dr Djayani Nurdin SE MSi, beliau adalah Calon Rektor dalam Pemilihan Rektor
Periode 2019-2023 pada tahun 2018 silam. Saya pribadi kala itu ikut memilih dan berdoa, siapapun yang terpilih maka saya akan dukung dan mendoakan agar mampu melakukan pengelolaan Universitas Tadulako jauh lebih baik dari zaman saya jadi Rektor. Sangat
disayangkan, sebab yang mendapat amanah dari yang memiliki hak suara di senat dan juga suara Menteri (35%), ternyata bukan ke Prof Djayani Nurdin tapi dominan ke Prof Mahfudz (Rektor
saat ini). Prof Djayani Nurdin hanya meraih 14 Suara sementara Prof Mahfudz di atas 90 suara.
Saya tidak mau mengatakan bahwa Prof Djayani kecewa karena tidak terpilih sebagai Rektor
periode 2019-2023, dan saya juga tidak mau mengatakan bahwa yang dilakukan KpK ini karena menjelang Pilrek lagi tahun 2022 (masa jabatan 2023-2027).
Namun apa yang dilakukan oleh Kelompok ini murni kepedulian, termasuk mereka menilai saya tidak mampu bekerja sebagai Ketua Senat dan meminta ke Rektor agar saya diganti. Saya siap lahir batin jika pandangan Prof Djayani Nurdin didengar oleh Rektor. Saya juga ingin jelaskan, di saat Pemilihan Ketua Senat, Prof Djayani salah satu Calon, namun menjelang detik-detik Pemungutan suara, Prof Djayani menyatakan mundur, sehingga saya terpilih sebagai Ketua Senat secara aklamsi. Saat itu saya juga berdoa beliau (Prof Djayani maju dalam pemilihan), dan
jika beliau terpilih saya mendoakan agar beliau kerja lebih baik dari saya. Sayangnya, beliau
kembali tidak mau maju dalam pemungutan suara, dan menyatakan mundur. Jadi, jika menurut beliau bermasalah dalam pengelolaan dana BLU di Untad, maka Langkah Kelompok ini sudah
tepat, yakni menyurat ke banyak pihak, termasuk ke Komisi Pemberantarsan Korupsi dan juga
ke Mas Menteri. Bahkan saya dengar dari cerita orang, saat ini Prof Djayani cs sedang melapor
ke Kejaksaan Tinggi Sulteng. Dan isi laporannya, juga kurang lebih sama dengan isi laporan lima tahun lalu saat mau pencalonan rektor.
Wartawan : Ada temuan Kelompok penggunaan anggaran
remunerasi untuk Dewan Guru besar, Komite Etik, dan IPCC. Benarkah Prof yang mendisain perencanaan anggaran itu?
Basir Cyio : Seringkali ada unit sangat dibutuhkan dalam perkembangan suatu organisasi. Dewan guru besar dibentuk setelah bercermin pada PTN lain dan juga terjadi perubahan peraturan dan perudang-undangan.
Saat masih berlaku PP Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, maka semua profesor berhimpun di senat universitas. Namun sejak terbit UU Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi dan PP Nomor 4 tahun 2014 tentang Penyelengaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan perguruan tinggi, maka professor tidak otomatis lagi menjadi anggota senat, tempat
berhimpunnya para gurubesar saat PP Nomor 60 tahun 1999 masih berlaku.
Berdasar dari pertimbangan itulah, maka kami bentuk Dewan Professor agar ada tempat berhimpun dan lebih mudah mengoordinir jika ada gagasan dan pemikiran konstruktif untuk pengembangan
kelembagaan ke depan. Ketua dewan professor, tidak menerima tunjangan jabatan sebagaimana
jabatan lain yang ada dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Tadulako. Berbeda dengan Wakil Rektor dan sejenisnya yang memiliki tunjangan jabatan, di samping menerima Remunerasi.
Remunerasi ini adalah penghargaan terhadap kinerja seseorang, sehingga Ketua Dewan Professor yang menggkordinir Guru Besar termasuk dalam upaya
penyediaan modul, sosialisasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), maka atas kinerja
ini Ketua Dewan Profesor mendapatkan Remunerasi, tetapi tidak mendapatkan tunjangan
jabatan.
Perihal Komisi Etik, ini adalah syarat mutlak suatu Perguruan Tinggi yang mengajukan Akreditasi Institusi ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Atas masukan itu, maka Universitas Tadulako membentuk Komisi Etik mengigat adanya Kode Etik di
Universitas Tadulako, yang menegakannya adala Komisi Etik. Ketua Komisi etik juga tidak
menerima tunjangan jabatan kecuali hanya Remunerasi berbasis Kinerja, sama halnya dengan
Ketua Dewan Professor.
Untuk International Publication and Cooperative Center (IPCC), juga dibentuk karena salah satu
Indikator Kinerja Utama (IKU) Rektor adalah publikasi yang terbit di Jurnal bereputasi secara
internasional. Dosen yang merasa (jika ada) tidak memiliki kemampuan dalam translasi, proof
reading, dan submission ke Jurnal Internnasional, maka IPCC siap memfasilitasi. Rektor telah
mengalokasikan anggaran dengan asumsi Rp12.500.000,- per artikel sebagai bantuan publikasi
international yang terbit di Jurnal bereputasi. Karena Rektor menargetkan 200 artikel terbit di
jurnal bereputasi, maka tahun 2021 dialokasi anggaran Rp2 M untuk 160 artikel.
Namun kenyataannya, banyak dosen di Untad tidak memiliki minat menulis dan tidak memanfaatkan
dana bantuan tersebut. Dana yang dialokasikan Rektor seringkali hanya terpakai 50 persen, bahkan kurang. Padahal jumlah dosen di Untad tidak kurang 1.400 orang, namun yang produktif menulis tidak lebih dari 20 persen untuk 11 fakultas. Dengan demikian, anggaran yang disediakan rektor setiap akhir tahun harus dikembalikan ke kas negara. Padahal telah disosialisasikan bahwa IPCC siap membantu bagi dosen yang merasa memerlukan bantuan.
Wartawan : Prof, mengapa pasca bencana masih ada anggaran renovasi halaman
auditorium. Proyek itu tidak relevan lebih mendesak perbaikan gedung yang rusak akibat gempa?
Basir Cyio : Langkah dan tahapan suatu kegiatan, biasanya berkonsultasi ke pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jika suatu Kegiatan terlanjur dianggarkan dalam DIPA. Jika tidak ada pertimbangan dari Pihak LKPP, maka pasti pihak Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak akan meneruskan.
Saat itu, tahun 2019, saya sudah bukan Rektor terhitung mulai 5 Maret 2019. Sejak pasca gempa
28 September 2018, ada bangunan yang sedang berjalan, saya minta untuk dihentikan, dan selanjutnya melakukan penyesuaian konstruksi Gedung yang relative tahan di daerah gempa, yang saat itu adalah Gedung Perkuliahan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).
Khusus pekerjaan lanjutan, saya merasa tidak pernah mengeluarkan surat yang memaksa suatu pekerjaan dilanjutkan, yang ada adalah menghentikan pembangunan Gedung Kuliah Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM).
Oleh sebab itu, kemungkinan besar jika ada kegiatan yang tidak berupa
Gedung, dan layak dilanjutkan, dipastikan ada hasil konsultasi dari pihak LKPP di Jakarta oleh
Penjabat Pembuat Komitmen. Sekali lagi, tahun 2019 (5 Maret 2019) saya sudah tidak menjabat
sebagai rektor. ***
jurnalis utama kailipost.com : andono wibisono