Menurut Jafar, masyarakat Poboya tidak anti terhadap investor maupun perusahaan yang mengelola tambang di wilayah mereka. Asalkan saling memberikan keuntungan antara kedua belah pihak. Setidaknya warga diberi ruang untuk menambang di negeri sendiri.
Namun, jika perusahaan tidak memberikan manfaat kepada masyarakat, pihaknya akan melakukan perlawanan.
Senada, Tokoh masyarakat Poboya lainya Herman Pandejori menyebut bahwa terjadinya penertiban di lokasi tambang, merupakan trik dari perusahaan pengelola. Dulunya mereka meminta izin kepada lembaga adat dan tokoh masyarakat untuk mengelola tambang.
Setelah mendapatkan izin pengelolaan, perusahaan sedikit-demi sedikit mulai mengusir masyarakat penambang yang nota bene melakukan penambangan di wilayah mereka sendiri atau warga pribumi.
“Kami merasa sakit. Karena kami warga pribumi, diusir dari negeri kami sendiri. Ruang gerak kami dibatasi. Itu tanah wilayah adat kami. Kami selalu disalahkan oleh perusahaan pengelola tambang. Olehnya, kami mengadu ke DPRD,” tandasnya.