Jakarta,- Uni Eropa mengusulkan pembatasan harga (price cap) untuk gas Rusia. Presiden Vladimir Putin merespon hal tersebut dengan mengancam akan menghentikan semua suplai energi jika Eropa melakukan pembatasan harga.
Hal itu tentu meningkatkan risiko penjatahan komoditas gas di Eropa menjelang musim dingin.
Harga gas di Eropa bisa naik setinggi langit. Pemerintah Eropa telah mengeluarkan banyak uang untuk membeli gas, demi mencegah perusahaan-perusahaan energi mereka collapse. Ini juga dilakukan untuk melindungi rakyat mereka menjelang musim dingin.
Eropa menuduh Rusia menggunakan pasokan energi sebagai alat perang. Sementara Rusia menyalahkan sanksi Barat yang menyebabkan masalah pasokan gas, dan juga disebabkan oleh gangguan di pipa penyaluran.
Saat ketegangan meningkat, Putin mengatakan kontrak dapat dibatalkan jika Eropa melakukan pembatasan harga. Jika kontrak diatalkan Putin memperingatkan Barat bahwa hal itu berisiko membuat Eropa membeku.
Mengutip dari Reuters, Kamis (8/9/2022), Uni Eropa berencana terus maju dengan batasan harga untuk gas Rusia dan juga batas atas harga yang dibayarkan untuk listrik dari generator yang tidak menggunakan gas.
Para menteri energi Uni Eropa dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat pada hari Jumat.
“Kami akan mengusulkan batas harga untuk gas Rusia. Kami harus memotong pendapatan Rusia yang digunakan Putin untuk membiayai perang mengerikan di Ukraina ini,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kepada wartawan.
Belanda yang secara konsisten menentang pembatasan harga gas, kali ini mendukung pembatasan harga untuk gas Rusia.
Di sisi lain, Putin telah mengantisipasi langkah itu dan menyebut bahwa Rusia akan melakukan pembalasan. “Kami tidak akan memasok apa pun jika itu bertentangan dengan kepentingan kami,” kata Putin di sebuah forum ekonomi di Vladivostok.
“Kami tidak akan memasok gas, minyak, batu bara, minyak pemanas – kami tidak akan memasok apa pun,” sambungnya. Pada kesempatan itu dia juga mempertanyakan kesepakatan yang ditengahi PBB terkait mengekspor gandum dari Ukraina.
Eropa mengimpor sekitar 40% gasnya dan 30% minyaknya dari Rusia. Euelectric, badan yang mewakili industri listrik Eropa, juga mengkritik rencana pembatasan Uni Eropa sebesar 200 Euro per megawatt jam.
“Akar penyebab masalahnya adalah kurangnya pasokan gas dan ketergantungan kita pada bahan bakar fosil yang diimpor. Pemerintah harus berupaya mengatasi ini daripada menggunakan intervensi ad-hoc yang menyimpang di pasar listrik,” kata Kristian Ruby, Sekretaris Jenderal Euelectric.
Krisis energi yang dihadapi Eropa semakin parah setelah Gazprom menghentikan pasokan gas melalui pipa Nord Stream 1 ke Jerman. Gazprom menyebut ada kebocoran oli mesin selama proses maintenance minggu lalu.
Presiden Rusia mengatakan sanksi Jerman dan Barat yang mempengaruhi pasokan suku cadang harus disalahkan karena pipa tidak beroperasi.
Dampak dari lonjakan harga memaksa perusahaan untuk membatasi produksi, dan pemerintah menghabiskan miliaran dolar untuk melindungi konsumen dari dampak tersebut. ***
Editor/Sumber: Rizky/detik.com