Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang senilai Rp8,6 miliar yang diduga terkait kasus penerimaan gratifikasi mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP). Uang tersebut akan dijadikan barang bukti terkait dugaan gratifikasi Terbit Rencana Perangin-angin.
“Tim penyidik melakukan penyitaan uang sejumlah Rp8,6 miliar sebagai barang bukti yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara ini,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jumat (20/1/2023).
Kemudian, bersamaan dengan pemeriksaan itu, Ali menyebut Penyidik juga menyita uang yang diduga berkaitan dengan kasus yang tengah diungkap KPK. Ali menyebut dana itu berasal dari Rekening Terbit dan pihak lain yang berkaitan dalam penyidikan ini.
“Selain itu, Tim Penyidik juga melakukan penyitaan uang sejumlah Rp 8,6 miliar sebagai barang bukti yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara ini,” jelas Ali.
Adapun saat ini, Terbit telah menerima vonis 9 tahun penjara di perkara suap. Dia terbukti menerima uang sebesar Rp 572 juta dalam paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Langkat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun 2021.
Kemudian, KPK membuka penyidikan baru dengan menetapkan Terbit sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat. Terbit diduga memiliki andil dalam proses pengadaan tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menyangkakan Terbit melanggar dengan Pasal 12B dan Pasal 12i Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hingga saat ini, KPK tengah mengumpulkan dan melengkapi alat bukti di perkara baru yang menjerat Terbit.
Terbit sendiri sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 18 Januari 2022. Dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penerimaan hadiah atau janji.
Kemudian, Terbit juga ditetapkan sebagai tersangka perdagangan orang. Hal ini terungkap sejak ditemukannya kerangkeng manusia di rumah Terbit.
Terakhir, saat penggeledahan paksa di rumahnya ditemukan berbagai satwa. Terbit yang menyimpan hewan langka ini melanggar Pasal 21 ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Dalam pasal 40 di undang-undang itu dijelaskan bagi pihak yang melanggar dikenakan sanksi paling lama 5 tahun penjara. ***
Editor/Sumber: Riky/Detik.com