PALU,- Adalah Mardiana (29) seorang pegawai honorer di salah satu dinas Pemerintahan Kabupaten Donggala. Sebagai honorer ia mesti ke kantor berjarak hampir 20 KM dari rumah ke kantor dihadapi dengan suka cita. Lima anaknya yang masih kecil-kecil pun dijaga orangtuanya kala ia mengadu nasib mengabdi agar tercapai cita menjadi abdi negara, ASN.
Untung tak diraih. Malah malang kini dialaminya. Setelah dipercaya dan dibujuk akan menggelola produk hasil Tehnologi Tepat Guna (TTG) di 115 desa di Kabupaten Donggala. Ia pun berkali-kali bertemu Bupati Kasman Lassa. Baik membicarakan tehnis TTG, produksi TTG, sampai soal-soal pengambilan dana untuk biaya sekolah bupati, pembelian tanah, sampai pada ia dikurung dalam sebuah ruangan dan diintimidasi.
Kepada tim redaksi kailipost.com, Mardiana diwawancarai langsung. Ia pun beberapa kalai menangis dan sedih mengenang kejadian yang menimpa pada dirinya, anak-anaknya, rumah tangganya hancur, orang tuanya sedih hingga meninggal, harta orangtuanya terpakai semua diceritakan selama tiga jam. Berikut ditulis dengan gaya bertutur.
‘’Semua yang saya ceritakan ini ada rekaman suaranya pak. Ada kuitansi bermaterai, ada foto, dan saya dan mantan suami saya simpan dengan rapi. Kapan saja bisa saya perlihatkan. Di Polda ada yang diambil dan ada bukti pengambilan. Semua akan saya berikan ke KPK di Jakarta’’
Mardiana dua kali dipanggil seorang penyidik KPK. Berkat laporan mantan suaminya yang membantunya, Ardiansyah melaporkan kasus temuan BPK RI sebesar Rp4,1 miliar pengadaan barang TTG desa secara online ke komisi anti rasuah itu.
Apa saja bukti Anda kok sampai KPK percaya? ‘’Bukti saya air mata sudah kering pak dan nyawa ibu saya. Kalung emas ibu sebelum meninggal mesti saya gadai karena saya sudah tidak tau gunakan dana siapa lagi dan tak lama ibu saya meninggal. Saya sudah berdosa pak dengan ibu saya,’’ tutur Mardiana diiringi pecah tangisnya di redaksi pekan lalu.
Saya simpan semua rekaman Pak bupati, pak Lubis minta uang untuk kuliah untuk beli ini. Beli itu. Bayar Pak Bambang yang kepala jaksa yang pindah, pak Firdaus. Saya juga sudah diperiksa orang Kejagung RI tapi sampai sekarang tidak jelas. Makanya harapan satu-satunya melapor ke KPK.
Mardiana dan Ardiansyah walau sudah bercerai, tetapi sepakat bersama-sama merawat anak-anak dan menuntaskan kasus yang menjerat keduanya. ‘’Kami honorer diajak kerja siapa tidak mau. Ibu Hikma coba tanya dan sekarang kami seolah-olah merugikan negara diperiksa di Polda. Bukan diperiksa Pak bupati dengan gratifikasi, suap dan lainnya,’’ terangnya.
Duka Mardiana tidak hanya ditinggal suami, ibu dan habis meninggalkan hutang dan berujung diperiksa Polda dugaan korupsi pasal 2 dan 3. Ia juga ditinggalkan pengacara yang berniat akan membantunya. ‘’Saya sendirian pak. Dulu ada pengacara tapi ya saya tidak ada apa-apa begini. Hidup saja saya ojek online sekarang. Apa mau dibayarkan ke mereka semua,’’ ujarnya lirih sedih yang menggenakan jilbab cokelat celana kain coklat mudah.
Siapa saja yang mengancamnya? Menakut-nakutinya? Membuat trauma anak-anaknya? Membongkar lemarinya? ‘’Saya ditekan, ditakut-takuti. Saya tetap kukuh. Hukum saja saya tapi saya harus jujur. Saya pernah ditawari uang untuk diam dan jadi boneka masuk penjara. Saya tidak mau bohong. Saya harap jangan ada ibu ibu perempuan lemah begini menerima ketidakadilan. Saya tetap siap sejak ibu saya meninggal,’’ ucanya dengan menangis sedih. ***