Pengaturan Sumber Daya Air di Perppu Cipta Kerja

  • Whatsapp
Proyek bendungan pemasok air ke tiga wilayah di Jawa Tengah (Foto ilustrasi: dok. Kementerian PUPR)
banner 728x90

Jakarta,- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah ditetapkan Presiden pada akhir 2022. Perppu yang digadang-gadang sebagai omnibus law yang mempermudah iklim investasi ini menuai beragam polemik di masyarakat, setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada 2020.

Tak mudah mencerna Perppu yang terdiri dari lebih dari 1.000 halaman yang dijabarkan dalam 189 pasal ini. Belakangan yang menjadi polemik di masyarakat adalah persoalan cuti dan pesangon bagi pekerja. Cakupan pembahasan Perppu ini multisektor, tak hanya sektor ketenagakerjaan; sektor Sumber Daya Air (SDA) pun tak luput diatur di dalamnya. Sektor SDA sendiri masuk ke dalam rumpun pembahasan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

Hak Rakyat Atas Air

Negara harus memberikan hak rakyat atas air merupakan salah satu poin penting putusan Mahkamah Konstitusi pasca dibatalkannya Undang-Undang Nomor 7 tentang Sumber Daya Air pada 2015. Pembenahan iklim investasi diharapkan diatur dengan ketat untuk menjauhkan bayang-bayang swastanisasi atau privatisasi. Perppu ini nyatanya menguatkan kembali hak rakyat atas air yang dijamin pemenuhannya oleh negara.

Selain itu negara juga memprioritaskan hak rakyat dengan urutan berjenjang yang pertama untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan terakhir untuk kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Dalam Pasal 8 ditegaskan kembali bahwa hak rakyat atas air bukan berarti memiliki hak kepemilikan atas air, melainkan hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota air sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hak atas air ini termasuk hak ulayat masyarakat adat atas SDA yang tetap diakui keberadaannya.

Prioritas air kepada rakyat Indonesia ditegaskan kembali pada Pasal 52, yaitu termaktub pelarangan penggunaan SDA untuk negara lain terkecuali untuk tujuan kemanusiaan. Ketentuan yang mengalami perubahan pada Pasal 17 yaitu adanya peran dari pemerintah desa untuk mendorong partisipasi masyarakat desa dalam pengelolaan SDA dan peran menjaga pengelolaan SDA.

Selain itu pemerintah desa bertugas membantu Pemerintah pusat maupun daerah dalam pengelolaan SDA di wilayah desa dan memenuhi kebutuhan pokok minimal air sehari-hari warga desa.

Pengubahan Pengaturan

Setidaknya terdapat dua perubahan pengaturan bidang SDA. Pertama, terkait pelaksanaan konstruksi prasarana SDA dan pelaksanaan non konstruksi untuk kepentingan sendiri. Kedua, terkait perizinan berusaha SDA.

Perubahan terkait pelaksanaan konstruksi prasarana SDA di Pasal 40, yaitu pelaksanaanya dapat melibatkan peran serta masyarakat dan berdasarkan perizinan berusaha. Dalam Pasal 70 Perppu ini juga mencantumkan ancaman denda paling sedikit Rp 1 miliar dan sanksi pidana penjara 1 tahun apabila ada individu yang melakukan pelaksanaan konstruksi dan non konstruksi prasarana SDA tanpa izin berusaha atau menyalahgunakan izin berusaha yang didapat.

Pihak yang telah melakukan kegiatan tanpa perizinan berusaha atau persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah dikenakan sanksi administratif dan pihak tersebut wajib mengajukan permohonan perizinan berusaha atau persetujuan paling lama 3 tahun setelah diundangkan. Apabila ada kegiatan dilakukan dan belum memiliki izin berusaha dan/atau persetujuan pengalihan alur sungai maka diberi waktu hingga 2025 untuk pengurusannya, jika tidak dapat terancam dikenai sanksi pidana.

Terkait perizinan berusaha atau persetujuan penggunaan SDA diubah melalui ketentuan Pasal 44. Perizinan berusaha didefinisikan sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Perizinan berusaha ini diberikan dengan memperhatikan fungsi kawasan dan kelestarian lingkungan hidup dan dilakukan berbasis tingkat risiko.

Perizinan berusaha penggunaan SDA untuk kebutuhan usaha dengan menggunakan air dan daya air sebagai materi yang menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa penyelenggara SPAM. Perizinan berusaha ini dapat diberikan kepada pihak swasta apabila memenuhi syarat teknis administratif, mendapat persetujuan pemangku kepentingan serta memenuhi kewajiban biaya konservasi SDA yang merupakan komponen dalam Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) dan kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adanya perubahan pengaturan terkait SDA ini hendaknya dijadikan satu momen pembenahan masif sektor SDA bagi para pemangku kepentingan. Pertama, pemerintah harus menyelaraskan pengaturan Perppu Cipta Kerja ini ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) baik mengenai sumber daya air maupun terkait sistem penyediaan air minum menggantikan PP 121 dan PP 122 tahun 2015.

Kedua, bagi penyelenggara sistem penyediaan air minum (BUMD air minum/PDAM) di sisi hilir, dapat meninjau dan memperbarui perizinan berusaha khususnya dalam hal izin pengambilan SDA. Harapannya ke depan perizinan yang diajukan oleh pengelola SPAM dipermudah untuk meningkatkan akses pelayanan air minum aman dan mendukung tujuan ke-6 Sustainable Development Goals 2030.

Ketiga, bagi investor, Perppu ini menjadi peluang untuk dapat berkolaborasi dalam peningkatan iklim investasi dalam upaya peningkatan layanan dasar air masyarakat.

Sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Harapannya Perppu Cipta Kerja ini dapat meningkatkan layanan dan investasi bidang sumber daya air dengan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. ***

Editor/Sumber: Riky/Detik.com

Berita terkait