Dua idiologi besar hingga di era perang generasi kelima, yaitu era digital pun masih nampak pengaruhnya. Lihat saja perubahan dan perbedaan Korea Utara dan Korea Selatan. Sosialis dan kapitalis berperang menuju dominasi masing-masing. Keduanya, memiliki keunggulan dan kekurangan. Uraian global itu menarik bila dikaitkan beberapa kepemimpinan lokal di Indonesia. Sebut saja Provinsi Sulawesi Tengah. Berikut diskusi Mingguan redaksi kailipost.com dengan tema ‘’Cudinomic; Telaah Pembangunan Sulteng Terkini’’ yang diikuti sejumlah pihak dan disarikan redaksi.
Era Orde Baru kita mengenal istilah Wijojonomics dan Habibinomics. Dua model konsep pembangunan yang berbeda. Widjojonomics yaitu modernisasi sistem ekonomi yang mencakup pasar, fiskal dan utang luar negeri yang diharap melahirkan trickle down effect, yang beranggapan bahwa jika kebijakan ditujukan untuk memberi keuntungan bagi kaum kaya, maka akan menetes ke rakyat miskin melalui perluasan kesempatan kerja, distribusi pendapatan dan perluasan pasar.
Sedangkan pokok pemikiran ekonomi B.J Habibie atau yang sering disebut Habibienomics adalah perekonomian harus dikembangkan melalui perebutan teknologi canggih untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju. Indonesia tidak boleh hanya menjadi negara yang hanya bisa memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif saja, akan tetapi harus memiliki nilai tambah, dan keunggulan kompetitif (UPI).