Inilah Potret Pemeluk Agama di Provinsi Kaya Emas dan Nikel di Indonesia…..

  • Whatsapp
banner 728x90

SULTENG – Provinsi ini jadi incaran dunia di tengah krisis energi dan pangan. Provinsi ini ada di Indonesia bagian tengah. Letaknya di pulau tua nusantara. Kekayaan sumber daya alamnya delapan sumber mineral dan energi. Bahkan, paladium dan tanah jarang ada di wilayah ini.

Adalah Provinsi Sulawesi Tengah. Usianya belum genap satu abad. Tapi kekayaannya mengeser nilai investasi provinsi tetangganya. Sulawesi Selatan yang sejak lama menjadi sentral pandang Jakarta, bergeser melirik ranum kekayaan Sulteng.

Di bawah kepemimpinan Rusdy Mastura sebagai gubernur hingga 2024 mendatang, nilai investasi Sulteng mencapai Rp111 triliun lebih (data akhir 2022). Pendapatan asli daerah naik 100 persen, dari Rp9 miliar menjadi Rp1,7 triliun.

Lantas bagaimana dengan kondisi sosial kultural di Sulteng. Masyarakatnya beragama apa? Suku apa? Bagaimana harmoni dalam keberagaman di sana. Karena Sulteng memiliki sejarah kelam konflik sosial bernuansa SARA di Kabupaten Poso sejak 1999 lalu. Se usia reformasi di Indonesia.

Sesuai data, yang disampaikan Gubernur dalam pertemuan Kaum Bapak Keuskupan di Kota Manado Sulawesi Utara bahwa jumlah pemeluk agama di Sulteng masih didominasi agama Islam. Yaitu 67,37 persen. Sedangkan Kristen sebesar 16,58 persen, Hindu 4,45 persen, Katolik 1,85 persen dan Budha 0,74 persen.

Pernyataan gubernur disampaikan Tenaga Ahli Gubernur Ronny Tanusaputra di acara tersebut. Dalam acara itu juga dirangkaikan dengan berbagai acara pembangunan Gereja Katolik di Kota Gorontalo dan di Manado, sejak 23 – 24 Pebruari kemarin.

Gubernur juga menyebut bahwa Sulteng adalah provinsi yang sudah diuji sejarah dengan lama terkait konflik sosial kemanusiaan di Poso. Olehnya, dari pelajaran itu, Sulteng dalam satu dekade ini terus bersama stakeholder merajut harmoni keberagaman dan persaudaraan.

Lantas bagaimana struktur masyarakat di Sulteng; sesuai data, Sulteng adalah Indonesia. Majemuk dan berbeda-beda. Wilayah tengah Indonesia itu tepat disebut miniatur kebangsaan Indonesia. Berbagai suku, etnis, bahasa dan warna kulit mendiami wilayah seluas 61,841 Km2, terdiri dari 12 kabupaten dan
1 kota dengan jumlah penduduk sesuai BPS 2022 sebanyak 3.054,020 jiwa.

Suku mayoritas adalah suku asli setempat termasuk suku Kaili, Kulawi, Lore, Pamona, Bungku, Saluan, dan lainnya, (62,16%). Suku bangsa terbesar lainnya adalah Suku Bugis sebanyak 15,62%, kemudian Suku Jawa (8,42%), Bali (4,41%) dan Gorontalo (4,01%), selebihnya suku bangsa lainnya, yaitu Minahasa , Sasak, Makassar , Sunda , Tionghoa , suku asal Nusa Tenggara Timur Sementara suku terbanyak asal pulau Sumatra adalah Batak dan Minangkabau. Kaum perantau, mendiami Provinsi Sulteng sejak abad ke 19.


Mengapa Islam sangat dominan di tengah Pulau Sulawesi itu. Dalam sejarah, Islam disebarkan seorang dari Minangkabau Datuk Karama dan Datuk Mangaji. Ulama Dari Sumatra Barat.

Setelah itu masuk penyebaran Islam melalui pendidikan yaitu dibawa Al Alimul Allamah Al- Habib As Sayyed Idrus bin Salim Aljufri Seorang Guru dan pendiri Al Khairat. Guru Tua, saat ini diusulkan sebagai pahlawan nasional.

Sedangkan Kristen Protestan dan Katolik disebarkan di Kabupaten Poso, Donggala oleh Misionaris Belanda A.C Cruyt dan Adrian yang saat ini sudah tersebar di setiap 12 kabupaten dan satu kota. Demikian pula Hindu dan Budha.

Selain kekayaan SDA, Sulteng juga kaya pemeluk agama, suku, bahasa dan etnis, kata gubernur. Olehnya, menjadi pemimpin di Sulteng juga representasi memimpin nusantara. Kompleksitas tantangan dan hambatan.

Dok : pemprov sulteng

Olehnya, Pemprov Sulteng melakukan kebijakan afirmatif bagi kelangsungan keberagaman sosial kemasyarakatan dengan pendekatan keadilan. Kebangsaan persatuan dan kesatuan. Baik pada pendekatan program kegiatan keagamaan, masyarakat antar etnis dan bantuan yang memberi dampak pada pemberdayaan.

Dalam acara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut bahwa
kunci keberhasilan dibangunnya keharmonisan di Indonesia adalah kita mau hidup bersama di dalam perbedaan dengan menyepakati tata nilai. “Tata nilai yang kita angkat berasal dari abstraksi segala perbedaan yang disebut ideologi, yaitu Pancasila,” terang Mahfud dalam acara bertemakan ‘Mewujudkan Harmoni
dalam Kebinekaan: Masalah dan Solusinya’ tersebut. ***

editor : andono wibisono

Berita terkait