Jakarta,- Semua pihak yang termasuk kepala daerah di Indonesia agar memfasilitasi salat Idul Fitri bagi masyarakat yang waktu Lebarannya berbeda dengan pemerintah. Seperti Muhammadiyah yang telah menetapkan 1 syawal pada 21 April 2023.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW). Menurutnya ini sebagai bentuk toleransi, serta upaya memperkuat ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniyah. Sekaligus wujud dari pelaksanaan Konstitusi UUD NRI 1945.
“Adanya kemungkinan perbedaan penetapan 1 syawal yang lebih dulu ditetapkan pada 21 April 2023 oleh PP Muhammadiyah dengan kemungkinan penetapan Pemerintah, harusnya juga dilihat dari sudut pandang ikhtilaf dalam fikih yang tidak boleh merusak prinsip ukhuwah Islamiyah. Apalagi dipolitisir sehingga menjadi fitnah yang memecah belah harmoni di internal umat islam,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa (18/4/2023).
“Karena untuk hari raya seperti Idul Fitri ini mestinya dihadirkan kondisi yang kondusif dan bukan kondisi negatif dengan saling curiga dan berburuk sangka yang malah bisa memutus silaturahim. Hal yang sangat bertentangan dengan prinsip syukur karena datangnya hari raya yang mestinya disambut dengan suka cita,” imbuhnya.
Dia menjelaskan merujuk pada Konstitusi UUD NRI 1945, maka Negara termasuk kepala daerah harus melindungi seluruh rakyat Indonesia dengan memfasilitasi secara adil peribadahan warganya. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) yang berbicara mengenai jaminan negara bagi penduduk untuk beribadah dan Pasal 28E ayat (1) yang menyatakan bahwa hak untuk beribadah merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD NRI 1945.
“Jadi, tidak ada alasan bagi kepala daerah apalagi dengan track record yang peduli umat, untuk menolak kegiatan salat Idul Fitri warga Muhammadiyah pada 21 April 2023. Yang perlu dilakukan justru adalah memfasilitasi dengan baik,” tuturnya.