Jakarta,- Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tubuh Basarnas berakhir menjadi polemik. Bahkan pernyataan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak yang menyalahkan penyelidik juga disoroti publik.
Menanggapi polemik tersebut, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) hendak melaporkan para pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas). MAKI juga meminta Dewas untuk memberhentikan para pimpinan karena diduga melanggar pelanggaran etik berat.
“Tapi kalau nggak mau mengundurkan diri ya kemudian memang harus dimundurkan, siapa yang memundurkan? Ya dewan pengawas, maka saya berencana Minggu depan ke dewas atas dugaan pelanggaran etik berat karena menyangkut pelanggaran HAM orang, karena menurut saya penetapan tersangka tidak sah,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi, Minggu (30/7/2023).
“Itu saya akan lapor Dewas, belepotannya pimpinan KPK selama ngurusin Basarnas ini. Dan saya minta nanti dinyatakan dugaan pelanggaran berat,” tambahnya.
Menurut Boyamin, Firli Bahuri dan pimpinan lainnya layak mengundurkan diri karena dinilai tidak becus mengurus kasus suap di Basarnas itu.
“Hukumnya wajib mundur itu, bukan hanya layak, karena apapun sudah kesalahannya jungkir balik menurutku. Pertama diumumkan oleh Pak Marwata padahal tidak berwenang, karena apalagi diakui belum ada sprindik, kok diumumkan tersangka itu kan sudah salah besar,” katanya.
“Terus kedua tentang Johanis Tanak kemudian minta maaf, itu benar minta maafnya, tapi kebablasan terkait menyalahkan anak buah. Terus ketiga setelah ramai-ramai gitu Pak Firli ngomong bahwa itu tanggung jawab pimpinan, ya kenapa sejak awal tidak pimpinan? Padahal pimpinan ini kan kolektif kolegial, jadi kesalahan Pak Marwat kemudian Pak Tanak itu juga kesalahan kolektif,” tambahnya.