Sumber saya menyebut, pada akhir tahun (2022) ada usulan tambahan anggaran untuk pembelian mobiler dan lainnya. Nilainya sekira Rp1,6 miliar. Sayang sumber tidak memastikan apakah dana tambahan itu digunakan secara pasti atau tidak untuk pengadaan mobiler Kejati.
Di tahun sekira 2021, Kejati sedang menyelidiki beberapa dugaan kasus hukum PT Bank Sulteng. Bahkan sekarang, sudah beberapa bulan mantan Dirut Bank Sulteng meringkuk di sel LP Maesa dengan tuduhan memperkaya orang lain akibat kebijakannya. Karena informasinya bahwa kerjasama bank plat merah dengan pihak lain tidak disoal oleh OJK.
Kawan saya yang praktisi hukum, mengatakan bahwa Kejati menerima SCR sangat berbahaya dan cilaka. Begini analisanya; pertama; bila benar nomer surat permohonan permintaan CSR dilakukan secara resmi oleh Kejati maka dapat dikatagorikan gratfikasi. Dan si pemberi tidak akan terlibat. Karena ada surat resmi.
Kedua; apabila dana CSR Rp1,4 miliar diterima dan tidak dibelanjakan sebagaimana permohonan dapat dijerat korupsi, dan gratifikasi. Hal itu apabila belanja mobiler menggunakan dana tambahan akhir tahun 2022 yang diusulkan dari LOAN (hutang RI). Patut pula diduga kegiatan belanja mobiler menggunakan dua sumber dana. Ini dapat dibuktikan oleh auditor BPK RI. Hasil badan pemeriksa dapat dijadikan dalil proses hukum selanjutnya.