Pemerintah Surati DPR Minta Pengesahan Revisi UU MK Ditunda

  • Whatsapp
Mahfud Md (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta,- Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan sikap pemerintah yang belum menyetujui terkait revisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu alasannya yakni keberatan atas aturan peralihan masa jabatan hakim konstitusi 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun.

“Itu benar kami belum menyetujui dan secara teknis prosedural belum ada keputusan rapat tingkat satu, rapat tingkat satu itu artinya pemerintah sudah menandatangani bersama seluruh fraksi. Nah waktu itu pemerintah belum menandatangani karena kita masih keberatan terhadap aturan peralihan atau masa jabatan hakim MK 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun” kata Mahfud dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (4/12/2023).

Mahfud mengatakan pemerintah ingin jabatan hakim konstitusi yang saat ini masih menjabat dihabiskan terlebih dahulu masa jabatannya merujuk kepada Surat Keputusan (SK) pengangkatannya. Mahfud berbicara mengenai hukum transisional yang menjadi rujukan dalam argumen pemerintah tersebut.

“Itu kan aturan peralihannya isinya bagi mereka yang sudah lebih dari 5 tahun dan jabatannya sedang berjalan, itu bagi kita dikembalikan ke SK pengangkatannya yang pertama, yang berlaku sesuai undang-undang, artinya dihabiskan dulu masa kedua itu,” imbuh Mahfud.

“Pun bagi yang sudah lebih dari 10 tahun tetapi sekarang masih menjabat, kita mengusulkan sampai habis sesuai 5 tahun sesuai SK terakhir, kita usul bertahan di situ, karena itu lebih dari adil berdasar hukum transisional,” sambung dia.

Mahfud menyebut jika pemerintah mengikuti rancangan revisi UU MK yang diusulkan DPR, itu akan merugikan hakim yang sedang menjabat. Menurut dia, hal itu tidak sesuai dengan prinsip hukum transisional.

“Dalam hukum transisional itu isinya aturan peralihan itu kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan. Kalau kita mengikuti yang diusulkan DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang seorang menjadi hakim sehingga kita waktu itu tidak menyetujui,” tutur Mahfud.

Berita terkait