Tantangan Ekonomi Sulteng Di Kepemimpinan Anwar-Reny: Melesatnya Pertumbuhan, Menyisihkan Ketimpangan

  • Whatsapp


Ditambah lagi, gambaran rasio gini yang digunakan saat ini hanya mengacu pada ketimpangan pengeluaran ketimbang kekayaan dan penghasilan, sebagaimana yang dijelaskan Edbert Gani Suryahudaya dalam artikelnya berjudul, “Ketimpangan Ekonomi dan Paradoks Robin Hood”.
Sementara itu, jumlah penduduk Sulteng yang mencapai 3,1 juta jiwa, mengalami pertumbuhan penduduk yang terbatas berkisar 1% dari tahun ke tahun. Adapun PDRB sebesar Rp 376,95 triliun (2024) dengan jumlah angka penduduk tersebut, menunjukan PDRB per kapita (orang) sebesar Rp 120,75 juta atau pendapatan rata-rata penduduk Sulteng berkisar Rp 10 jutaan per orang/bulan.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pendapatan per kapita secara nasional sekitar Rp 78 juta atau 6,5 juta per orang/bulan, yang mana perbedaan jauh juga terlihat dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulteng yang sebesar Rp 2,9 juta.
Model pembangunan ekonomi yang masih terlalu berorientasi pada kapital besar terutama industri padat modal, hanya menguntungkan sebagian besar kelompok pemodal yang semakin menguasai pasar, sementara kelompok lainnya rentan dengan ketidakadilan pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat bawah pun stagnan karena masalah pendapatan masyarakat tidak sebanding dengan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Melansir pandangan lainnya, dari artikel “Paradoks ekonomi Indonesia: pertumbuhan tinggi, ketimpangan melebar”, Lili Retnosari dan Tsuraya Mumtaz mengatakan, bahwa ketimpangan bukan hanya masalah statistik, tetapi juga ancaman nyata bagi stabilitas sosial dan politik. Ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dapat menimbulkan frustrasi sosial yang berujung pada ketidakstabilan.
Seperti diketahui sejarah telah membuktikan bahwa ketimpangan yang ekstrim seringkali menjadi pemicu utama berbagai bentuk kerusuhan sosial, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah, hingga melemahnya legitimasi di mata rakyat.
Jika pertumbuhan ekonomi tidak dapat menciptakan kesejahteraan yang lebih inklusif, maka status angka hanya akan menjadi pencapaian di atas kertas, tanpa makna yang nyata bagi sebagian besar penduduk Sulteng. Maka perlu dilakukan siasat kebijakan melalui redistribusi ekonomi di tengah masyarakat sebelum terjadi ketimpangan yang semakin tinggi.
Untuk benar-benar melakukan pembangunan ekonomi inkusif, maka kepemimpinan Anwar-Reny sebagai Kepalada Daerah Sulteng saat ini harus berani, sesuai tagline-nya BERANI (Bersama Anwar-Reny: https://sultengberani2024.com/), mengubah arah kebijakan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya menghasilkan angka yang impresif, tetapi juga membawa perubahan nyata bagi kehidupan seluruh rakyat Sulteng.
**

Penulis: Agung Ramadhan, M.I.Kom. | Alumnus Paramadina Graduate School of Communication

Berita terkait