Catatan Pinggir : Andono Wibisono
BELASAN Gubernur se Indonesia, lewat APPSI, Asosiasi Pemerintah Provinsi se Indonesia menggeruduk ruangan Purbaya, Menteri Keuangan RI pekan ini. Semua gubernur ‘protes’ dan mengeluhkan pemotongan transfer ke daerah (TKD).
Purbaya menyimak satu – per satu argumentasi kepala daerah hasil ‘retreat’ Hambalang itu. Dominan, para gubernur merengek kerangka APBD terganggu, akibat pasokan fiskal pusat dipangkas.
Purbaya membalas alasan gubernur dengan data seluruh postur APBD daerah. Data dilawan dengan data. Masih banyak kegiatan atau program yang tidak langsung dirasakan masyarakat. Ada festival, ada Rakor-rakor, Bimtek – Bimtek yang tak sedikit menyedot keuangan daerah tapi tak dinikmati masyarakat secara langsung.
REZIM PRABOWO
Beberapa kali Presiden Prabowo Subianto lantang menyebut tantangan Indonesia tidak seperti 30 atau 20 tahun lalu. Rakyat sudah pintar. Di tangannya ada Gadget. Rakyat selalu mengawasi. Mencermati apa yang dilakukan pemerintah.
Prabowo pun dengan tatapan tajam menyebut, ‘’Tak ada jabatan yang abadi. Bupati bisa diganti. Gubernur dan presiden seperti saya bisa diganti kalau menjalankan pemerintahan tidak sejalan dengan harapan masyarakat,’’ kata presiden dalam sebuah pertemuan resmi di Jakarta.
Negara ‘memaksa’ TKD tepat sasaran. Dirasakan masyarakat. Caranya, kepala daerah harus kreatif. Masuknya Purbaya Yudhi Sadewa mengganti Sri Mulyani bukan saja untuk menjawab ‘Agustus Kelabu’ yang meminta korban rakyat Affan Kurniawan dan empat ASN Makassar terbakar dalam gedung dibakar massa. Tak sekadar itu.
Tiga hari tes diskusi dengan Presiden Prabowo. Sejak Jumat – Minggu di Kartanegara. Demontrasi mahasiswa buruh terus terjadi saat itu. Tim presiden dan Purbaya mendiskusikan kecepatan dan ketepatan fiskal negara sampai tepat ke rakyat. Purbaya pun dipilih untuk mengubah cara memandang fiskal dan APBN.
‘’Saya hanya patuh pada presiden. Yang lain saya anggap masukan saja,’’ jawabnya ke media ketika ditanya soal LBP minta dirinya tak menarik dana MBG. Bahkan dirinya akan menarik TKD yang ‘nganggur’ satu daerah dan akan dikirim ke daerah lain yang kreatif.
Harmoni TKD memaksa birokrasi daerah tidak boros. Kalau pun belanja langsung memiliki out come, bukan saja out put kegiatan. Kepala daerah dipaksa kreatif menyusun program dan anggaran yang pro rakyat. Bukan acara acara hedonistik. Menyanyi, festival, Rakor, Bimtek setiap tahun dilakukan dengan serapan anggaran makan minum, sewa gedung, sewa sound sistem dan lainnya yang fantastis. Tahun depan dikerjakan lagi. Dilakukan lagi.
TERSIKSA KARENA TAK KREATIF
Tahun 2026 menyisakan 73 hari lagi. Harmoni TKD menjadi keniscayaan rezim Prabowo Subianto. Eksekutor fiskalnya Purbaya. Daerah mau tidak mau, suka atau tidak suka ‘dipaksa’ kreatif. Bila tidak, akan tersiksa sendiri.
Daerah wajib mengoptimalkan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Memperbaiki daya beli rakyat, nilai tukar petani, nilai jual produksi petani. Kepala daerah mesti chemistry dengan wakil rakyat memandang perubahan rezim di Indonesia.
Cara jitu membujuk Jakarta agar TKD tidak terjun bebas yaitu dengan mengajukan RAPBD yang pro rakyat. Pangkas saja ‘joget – joget’ dan ‘menyanyi’ yang terang terangan di atas panggung hanya memvalidasi diri sebagai pemimpin yang bisa dipilih lagi periode depan. Sudahi dan ubah, zaman sudah berubah.
Naikkan fiskal daerah asli. Tutupi harmoni TKD. Atur potensi daerah dengan kebijakan yang pro rakyat. Langsung penerima manfaat itu rakyat. Palu, tata kelola parkirnya sudah waktunya modern. Bukan asal ada yang disetor di kas daerah. Tapi tiap hari bisa saja menguap di kantong oknum birokrasi.
Kepala daerah harus menggerakkan swasta, menstimulanisasi pertumbuhan ekonomi mikro, kecil dan menengah. Bukan swasta raksasa tambang yang larinya ke Jakarta yang selalu diperdebatkan politisi dengan dalih keadilan ekologi dan sosial. Itu genre dengan forum berbeda ke Jakarta.
Kepala daerah harus memutar otak uang beredar di wilayahnya sehat. Kredit perbankan dikucurkan di daerah setidaknya terus meningkat. Hal itu ditandai daya beli rakyat tumbuh terus. Itu yang mesti siang malam dipikirkan dan dieksekusi kepala daerah di wilayahnya. Mengerem inflasi. Menggelontorkan anggaran agar tidak mengendap. ***