PELAJAR TERLIBAT JUDOL DAN PINJOL, MASA DEPAN NEGARA TERANCAM

  • Whatsapp

Oleh : Hamzinah, S.I.Pust.

(Pustakawan & Pegiat Media Sosial)

Fenomena judi online (judol) kian mengkhawatirkan, pada tahun 2024 tercatat jumlah pemain meningkat tajam dari 3,79 juta orang menjadi 9,78 juta orang dengan total deposit mencapai Rp. 51,3 triliun.  (www.detik.com

Praktik haram ini juga menjangkiti generasi muda. Data kuartal satu tahun 2025 yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun melakukan deposit lebih dari Rp. 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp. 47,9 miliar. (www.ppatk.go.id

Di Kulon Progo, seorang siswa SMP sudah sebulan tidak sekolah karena terjerat judol dan pinjol. Awalnya murid tersebut mencoba game online, tetapi ternyata ada unsur judi di dalamnya. Ia pun kerap bermain judol tersebut hingga kecanduan. Untuk membayar judol, ia pinjam uang ke pinjol. Ia juga pinjam uang ke teman-teman sekolah demi bisa melunasi pinjol. Setelah utang pada temannya menggunung, ia tidak berani sekolah dan akhirnya membolos hingga sebulan lamanya (tirto.id).

Judol didesain untuk membuat pelakunya ketagihan, bahkan kecanduan. Mereka terdorong untuk terus mencoba menang. Padahal, sistem judol juga di-setting agar pemain kalah, meski pada awalnya mereka sempat diberi kesempatan menang oleh bandar. Setelah ketagihan, mereka sulit untuk berhenti.

Akibatnya, permasalahan tidak berhenti pada judol. Setelah mengakses situs judol, anak akan butuh uang untuk melakukan deposit/top upKetika tidak ada uang, cara paling cepat adalah mengajukan pinjol. Proses pengajuan pinjol yang sangat mudah pun menjadikan anak leluasa mendapatkan uang dari pinjol. Setelah itu, uang dari pinjol akan didepositkan ke judol. Ketika anak kalah judol, ia akan mengambil pinjol lagi agar bisa main terus. Begitu seterusnya hingga berulang-ulang.

Lingkaran setan ini terus berlangsung hingga anak bisa melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, hingga bunuh diri. Artinya, begitu anak nyemplung ke judolmereka sulit untuk keluar darinya. Bahkan, anak yang sudah telanjur kecanduan judol, butuh terapi khusus untuk menyembuhkannya.

Fakta ini menjadi cerminan betapa luasnya dampak judi online, tidak hanya merusak ekonomi, tetapi juga menggerus moral generasi penerus bangsa. Penyebab maraknya judol di masyarakat, berakar pada kerusakan cara berpikir yang ingin serba instan dengan mencari jalan cepat untuk kaya tanpa kerja keras. Dengan kemudahan akses internet dan modal kecil banyak orang terutama dari kalangan ekonomi lemah terjebak dalam ilusi keberuntungan. 

Akar Masalah Sistemik

Pola pikir ini tumbuh subur karena sistem pendidikan dan sosial hari ini lebih menonjolkan kesuksesan materi ketimbang nilai moral dan spiritual. Lebih jauh akar persoalan ini terletak pada ideologi kapitalisme yang menjadikan keuntungan materi sebagai ukuran utama dalam hidup. Nilai halal-haram diabaikan selama aktivitas tersebut menghasilkan profit. 

Praktek haram seperti judi pun dianggap sah sepanjang memberi keuntungan, baik bagi bandar maupun negara lewat pajak. Mindset ini tertanam kuat dalam sistem pendidikan dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada segelintir orang kaya. Akibatnya negara gagal menyejahterakan rakyat dan justru membiarkan perjudian tumbuh di ruang digital. 

Dalam sistem kapitalisme, negara lebih berperan sebagai regulator, bukan pelindung rakyat. Alih-alih menutup akses judol, pemerintah hanya menindak secara administratif dengan menutup situs dan membentuk satgas. Ironinya, judoldipandang bermasalah bukan karena keharamnnya, tetapi karena merugikan negara. Pasalnya, judol mengakibatkan kebocoran devisa dan hilangnya potensi pajak. Pandangan ini menunjukkan betapa sistem kapitalisme lebih memuliakan keuntungan finansial ketimbang menjaga moral dan akhlak masyarakat. 

Islam Memberikan Solusi Judol dan Pinjol

Sistem Islam berasaskan akidah Islam. Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya akan membentuk sudut pandang khas pada diri seorang muslim terhadap segala sesuatu, termasuk judol dan pinjolyaitu bahwa setiap perbuatan muslim harus terikat dengan syariat. Oleh karena itu, Islam memiliki sejumlah mekanisme memberantas judol dan pinjol hingga ke akarnya sekaligus memberikan perlindungan kepada generasi. 

Pertama, memberikan pemahaman dan edukasi kepada seluruh warga bahwa pinjol dan judol sesuai pandangan syariat, keduanya haram. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah [5]: 90).

Berdasarkan ayat ini, judi hukumnya haram, baik online(judolmaupun offline. Sebagai sebuah keharaman, individu, sekolah, masyarakat, maupun negara akan memandang judoldan pinjol sebagai sesuatu yang harus diberantas, tidak boleh dibiarkan ada, apalagi sampai merajalela.

Kedua, menerapkan pendidikan yang berlandaskanakidah Islam sehingga menghasilkan generasi yang bertakwadan berkepribadian Islam yang memiliki arah dalam bertindak, tidak cukup hanya dengan pendidikan karakter. Demikian pula dengan pendidikan dalam peningkatan literasidigital. Generasi muda tak hanya diarahkan sekedar menguasai secara teknis saja, tetapi juga mampu memfilter dan memilih pemakaian teknologi tanpa melanggar rambu-rambu syariat. Selain pendidikan di sekolah, anak-anak juga mendapatkan pendidikan dari orang tuanya di rumah. Orang tua bertanggung jawab menanamkan akidah, ketakwaan, dan akhlak mulia pada anak-anaknya.

Ketiga, Negara melakukan upaya secara sistemis dengan memutus total akses konten pinjol dan judol. Jika ada platform digital yang terafiliasi atau memberi ruang pada judol dan pinjol, negara akan menutupnya secara total. Platform tersebut baru boleh beroperasi jika taat pada syariat.Adapun terkait game online, meski hukum asalnya permainan itu mubah, tetapi jika diduga kuat melalaikan dari kewajiban, seperti salat, menuntut ilmu, dll. serta berdampak negatif seperti kecanduan dan kekerasan dan justru disisipi konten judol, negara akan melarang peredaran game online tersebut. 

Selain itu, profil masyarakat Islam bukanlah profil orang yang suka menghabiskan waktu untuk aktivitas yang sia-sia (tidak produktif) seperti game onlineApalagi game onlinejuga bisa menyebabkan kecanduan yang membahayakan mental generasi.

Negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku judol dan pinjol. Dengan melakukan langkah hukum yang menjerakan terhadap siapapun yang terlibat di dalamnya termasuk bandar judol, pemilik usaha pinjol (legal maupun ilegal), serta aparat negara yang terlihat judol dan pinjol. Masyarakat yang terlibat juga akan diberi sanksi tegas. Dengan demikian akan terwujud rasa jera. Sanksi bagi pelaku dan bandar judi adalah takzir. 

Bagi pelaku judol yang masih anak-anak (belum balig), mereka tidak dihukum, tetapi tetap akan dinasihati agar jera. Negara akan memanggil orang tuanya dan memberi sanksi kepada orang tuanya karena melalaikan pendidikan anak.

Demikianlah sistem Islam memberikan solusi sistemisdan tuntas untuk melindungi generasi dari jeratan judol dan pinjol. Dengan demikian, negara akan memiliki generasi calon pemimpin yang tangguh dan cemerlang.

Wallahu a’lam bish shawwab

Berita terkait