Tuntut Moratorium Perkebunan Sawit

  • Whatsapp
SOLIDARITAS PEREMPUAN

 

POSO,- MEREBAKNYA Konflik agraria di beberapa wilayah di tanah air belakangan ini, mengindikasikan terjadinya ketimpangan struktur penguasaan lahan, monopoli kekayaan agraria terjadi di hampir semua sektor kehidupan rakyat di Indonesia. Analisa terbaru di atas dikemukakan oleh Solidaritas Perempuan (SP ) Sintuwu-Raya-Poso.

Melalui Ketuanya, Evani Hamzah, Komunitas Perempuan ini  menilai,  politik kebijakan agraria nasional semakin tidak bersahabat dengan petani, sebab tanah dan kekayaan agraria lainnya telah dirubah fungsinya menjadi objek investasi dan bisnis oleh pemerintah yang berkuasa.

“Kami mencatat, rata-rata pemilikan tanah petani di pedesaan kurang dari 0,5 hektar  dan tidak bertanah. Per-Maret 2017, sebanyak 17,10 juta penduduk miskin hidup di pedesaan dan ditandai dengan terus naiknya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Situasi ini telah berkontribusi besar meningkatkan angka pengangguran dan buruh murah di perkotaan akibat arus urbanisasi yang terus membesar”, urai Evani Hamzah, sebagaimana release yang dikirim ke Kaili Post, kemarin sore.

Khusus di Kabupaten Poso-Sulawesi Tengah, pencaplokan tanah secara sepihak juga masih kerap terjadi. Ia menunjuk kasus yang di alami petani di desa Barati- Pamona Tenggara beberapa tahun lalu,  lahannya dirampas untuk kepentingan ekspansi sawit, membuat rakyat terpaksa menjadi buruh di tanah sendiri. “Contoh lain bisa kita lihat dalam hal pembangunan Bandara Kasiguncu, yang sampai saat ini masih menyisakan konflik agraria”, tambah Eva, usai melakukan diskusi dengan pengurus SP lainnya.

Karena itu kata Eva, dalam memperingati Hari Tani Nasional (HTN), pihaknya  meminta kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Poso untuk  mewujudkan reforma agraria sejati, berkeadilan gender, dengan menempatkan perempuan sebagai pemangku kepentingan, menyelesaikan konflik agraria di Kabupaten Poso secara inklusif, sensitif dan responsif gender, segera moratorium izin perkebunan sawit di Sulawesi Tengah, khususnya di Poso atas pelanggaran lingkungan oleh perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam, mewujudkan kedaulatan petani atas pangan, dengan melakukan evaluasi program-program di bidang pertanian, yang menghilangkan kedaulatan petani atas pangannya.**

Reporter/Editor: Darwis Waru

Berita terkait