Komnas HAM Kecam Aksi Penggusuran Masyarakat Tanjung

  • Whatsapp
banner 728x90

Sumber : Komnas HAM Perwakilan Sulteng

KAILIPOST.COM,- SULTENG- ATAS nama eksekusi lanjutan, sesungguhnya yang terjadi adalah penggusuran sepihak
yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Luwuk.

Foto : Pertemuan di Polda soal pengusuran, Komnas HAM bersama Polda dan Polres Banggai

Tuduhan
tindakan penggusuran secara sepihak berbungkus eksekusi lanjutan ini bukan
tanpa alasan. Komnas HAM-RI Perwakilan Sulawesi Tengah melihat telah banyak
terjadi pelanggaran secara administrasi dan Hak Asasi Manusia SERIUS termasuk
hak atas tanah dalam proses “eksekusi lanjutan” tersebut. Perlu
diketahui, bahwa penggusuran paksa Tanjung Sari dipicu oleh perkara hukum
perdata, alias perebutan hak kuasa atas tanah yang telah banyak menempuh prores
persidangan. Proses ini juga telah sampai di tingkat Mahkamah Agung. Namun,
dari semua keputusan itu, tidak dinyatakan secara tegas perintah eksekusi atas
tanah perkara.

Sengketa
ini berawal pada tahun 1977 di mana pada saat itu, pihak ahli waris dari
keluarga Salim Albakar menggugat pihak Keluarga Datu Adam atas klaim tanah
seluas 38,984 M². Proses gugatan ini diproses di PN Luwuk dengan keluarnya
putusan No. 22/PN/1977 tanggal 12 Oktober 1977 yang memutuskan perkara tersebut
dimenangkan oleh pihak Keluarga Datu Adam. Setahun setelahnya, pihak ahli waris
dari keluarga Salim Albakar mengajukan banding kepengadilan Tinggi yang kala
itu masih bertempat di Manado, atas putusan tersebut. Melalui putusan No.
113/PT/1978 tanggal 18 Oktober 1978 pihak Pengadilan Tinggi (PT) memutuskan
bahwa perkara tetap dimenangkan oleh pihak keluarga Datu  Adam.

Tidak
puas dengan putusan pengadilan Tinggi, pihak keluarga Salim Albakar melanjutkan
kasasi ke Mahkamah Agung pada tahun 1981. 
Dalam putusannya No. 2031/K/SIP/1980 tanggal 16 Desember 198I, MA
menolak kasasi dari pihak keluarga Salim Albakar dan memenangkan pihak dari
keluarga Datu Adam.

Pada
saat itu, warga dari luar telah mulai melakukan garapan dan mendirikan
pemukiman di atas lahan yang disengketakan kedua belah pihak. Awalnya mereka
melakukan proses jual beli dan penyewaan dengan keluarga Datu Adam sebagai
pihak yang memenangkan sengketa tanah tersebut hingga akhirnya memiliki
Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut.
Tahun
1996, pihak ahli waris Salim Albakar kembali melakukan gugatan di atas tanah
yang dimenangkan oleh pihak Datu Adam. Gugatan ini berawal dari sengketa tanah
pihak Hadin Lanusu dengan pihak Husen Taferokillah di atas tanah yang
dimenangkan oleh Keluarga Datu Adam. Pada   saat itu pihak ahli waris
Salim Albakar mencoba mengintervensi sengketa antara kedua pihak di atas. Dan
melalui proses persidangan, pihak ahli waris Salim Albakar memenangkan
intervensi gugatan tersebut melalui putusan MA No. 2351.K/Pdt/1997.
Namun
pada saat tersebut tidak disebutkan berapa jumlah luasan yang dimenangkan pihak
ahli waris Salim Albakar oleh MA.
Merespon
putusan tersebut, pada tahun 2006 pihak ahli waris Salim Albakar mengajukan
permohonan eksekusi di atas tanah sengketa yang mereka menangkan melalui
putusan MA dan dikuatkan dengan Peninjauan Kembali (PK) . Namun pihak PN Luwuk
MENOLAK PENGAJUAN TERSEBUT dengan alasan dan pertimbangan bahwa pokok sengketa
tanah adalah 22 m x 26,50 m dan 11,60 m x 11,30 m. Sedangkan yang dimohonkan
oleh ahli waris seluas ± 6 hektar.

Terhitung
sejak tahun 2006 pihak ahli waris Salim Albakar telah melakukan tiga kali
permohonan ke PN Luwuk dan PT Sulteng yakni padatahun 2006, 2008, dan 2010
NAMUN SEMUANYA DITOLAK oleh Ketua PN Kuwuk kala itu.

Anehnya,
pada tahun 2016 pihak PN Luwuk mengabulkan permohonan pihak ahli waris yakni,
permohonan penggusuran di atas lahan seluas ± 6 hektar. Namun proses eksekusi
sempat tertunda dikarenakan pihak Pemda dan Polres Banggai belum menyetujui
proses eksekusi dikarenakan objek yang dimohonkan untuk dieksekusi tidak sesuai
dengan objek perkara yang dimenangkan.

Barulah
pada tanggal 3-6 Mei 2017, PN Luwuk melakukan eksekusi di atas lahan seluas ± 9
hektar dengan dikawal oleh aparat Kepolisian, TNI, dan Satpol PP sehingga
menggusur warga yang telah lama bermukim di sana, hingga hari ini Senin tgl 19
Maret 2018, EKSEKUSI LANJUTAN atas lahan yg menjadi obyek sengketa kembali
dilakukan dgn mendapat pengawalan ketat dari 1000 aparat gabungan dari Polri
dan TNI, proses mana pada akhirnya berujung bentrok antara Masyarakat yang
bersikukuh mempertahankan haknya dengan aparat Kepolisian yang bukan lagi
melakukan pengamanan namun bertindak represif kepada masyarakat yg tetap
bertahan di lahan mereka yg tersisah dari proses eksekusi dan/atau penggusuran
beberapa waktu yang lalu di tahun 2017.

Dari
semua proses yang telah berlangsung, Komnas HAM-RI Perwakilan Sulteng mencatat
beberapa pelanggaran dalam proses hukum dan administrasi  diantaranya:

1.
Ketua PN Luwuk, Nanang Zulkarnain Faisal S.H. telah mengesampingkan
putusan-putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah dan Mahkama Agung RI sehingga
terjadi salah penafsiran dalam mengabulkan permohonan ahli waris Salim Albakar
terkait proses eksekusi di atas objek yang disengketakan berbeda antara yg
diperkarakan dengan yang menjadi obyek penggusuran saat ini;
2.
Kesalahan tersebut mengakibatkan sedikitnya dua ratusan unit rumah warga yg
digusur dan 343 kk yang terdiridari1.411 jiwa menjadi korban. Padahal sebagian
masyarakat korban telah memiliki SHM dan sebahagiannya sedang dalam proses
pengurusan;

3.
Pemda dalam hal ini Bupati Banggai diduga kuat telah menyalah gunakan
kewenangannya dengan mengerahkan seluruh perangkat pemerintahannya untuk
membantu proses penggusuran, termasuk kepada warga yang telah memiliki
Sertifikat Hak Milik(salahobjek). Pada hal Bupati sebelumnya menjamin bahwa
penggusuran akan dilakukan diatas lahan yang diperkarakan;

4.
Pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Banggai dan Polda Sulteng dalam rencana
penggusuran tanggal 19 Maret 2018 telah jauh bertindak melampaui kewenangan PN
Luwuk dalam proses penggusuran warga yang berujung terjadinya bentrok antara
warga dan 1000 aparat gabungan Polri dan TNI bersama Satpol PP;

5.
Pihak kepolisian dalam hal ini Polda Sulteng dan Polres Banggai telah melakukan
kriminalisasi terhadap 9 orang warga yang terlibat dalam aksi menghalau agar
proses penggusuran tidak dilakukan, kesembilan warga tersebut, 7 diantaranya
pemilik lahan dan bangunan, 1 orang Mahasiswa dan 1 orang pengacara warga yg
digusur;

6.
Pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Sulteng dan Polres Banggai dalam proses
penggusuran tanggak 19 Maret 2018, telah bertindak represif dan intimidatif
kepada warga dengan menduduki rumah-rumah warga yg masih tersisah dan melarang
wargra untuk kembali dan menempati tempat tinggal mereka. Lebih jauh, pasukan
Kepolisian dari Polda Sulteng dan Polres Banggai, memblokade dan/atau mengurung
warga didalam lokasi yang menjadi objek penggusuran serta melarang masyarakat
untuk mencari dan atau mendapatkan bahan makanan;
Atas
dasar fakta-fakta di atas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM-RI
Perwakilan Sukteng mendesak kepada:

1.
Kapolri, Cq. Saudara Kapolda Sulteng untuk menginstruksikan penarikan pasukan
yang bertugas melakukan penggusuran rumah dan lahan masyarakat di Tanjung
Luwuk;

2.
Komisi Yudisial untuk memeriksa dan menindak tegas hakim yang telah menyalahi
aturan dengan mengekuarkan Putusan yang menjadi dasar dilakukan penggusuran;

3.
Ombusmen RI untuk segera menindak adanya dugaan mal administrasi dalam proses
penggusuran yang dilakukan oleh Pemkab Banggai dengan mengerahkan seluruh
perangkat Pemerintahannya;

4.
Kapolri, Jenderal. Tito Karnavian untuk segera menginstruksikan Irwasum dan
Propam Mabes Polri untuk melakukan Pemeriksaan intensif dan mendalam Kepada
Kapolda Sulteng dan Kapokres Banggai karena dipandang dengan serta merta tanpa
pertimbangan mendalam menyetujui permintaan pengamanan eksekusi lanjutan
dan/atau penggusuran  yang semestinya
berdasarkan putusan hanya pada obyek dengan luasan 22 m x 26,50 m dan 11,60 m x
11,30 m;

5.
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian Cq. Kapolda Sulteng Brigjend Pol I Ketut
Argawa untuk segera melepas dan/atau membebaskan 26 orang masyarakat yang
ditangkap dan/atau di Tahan.
Palu 20 Maret 2018.

Komnas HAM Perwakilan Sulteng
Dedi askary, SH.
Ketua.-

Berita terkait