HASIL Survei Media Survei Nasional (Median) periode 6-15 Juli 2018 terhadap 1.200 responden menyatakan, 47,9% responden menginginkan ganti presiden di 2019. Jumlah ini lebih banyak ketimbang responden yang menyatakan tetap ingin mempertahankan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, sebesar 44,1%.
Secara tren, angka responden yang ingin mengganti Jokowi di 2019 pun meningkat. Survei Median pada April 2018 menyatakan 46,4% ingin ganti Jokowi atau lebih sedikit 1,5% ketimbang bulan Juli 2018.
Sementara, tren yang ingin mempertahankan Jokowi justru menurun. Pada April 2018 45,2% responden menyatakan ingin mempertahankan Jokowi, sementara pada Juli 2018 turun sebesar 1,1%.
Direktur Riset Median, Sudarto, dalam rilis survei ini menyatakan, terdapat dua faktor yang menjadi alasan publik lebih cenderung ingin mengganti Jokowi. “Permasalahannya ada di ekonomi dan identitas,” kata Sudarto, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (23/7/2018).
Hal ini, kata Sudarto, ditunjukkan dengan pandangan 42,36% responden yang menyatakan Jokowi tidak mampu membenahi masalah ekonomi. Sementara, 41,69% yang menyatakan Jokowi mampu. Padahal, kata Sudarto, 42% dari responden di survei lembaganya menyatakan, masalah terbesar Indonesia selama kepemimpinan Jokowi adalah ekonomi. Seperti, pengangguran, harga bahan pokok naik dan tarif listrik naik.
“Mereka menjawab pertanyaan kami soal masalah bangsa ini secara spontan. Artinya memang ini top of mind masalah mereka,” kata Sudarto.
Menurut Sudarto, masalah ekonomi ini tidak dapat tertutupi oleh kesuksesan Jokowi dalam membangun infrastruktur. Sebab, menurutnya, masalah ekonomi memang lebih dirasakan masyarakat dalam kesehariannya. “Jadi masyarakat saat ini masih lebih menderita ketimbang efek kesuksesan pembangunan infrastruktur Pak Jokowi,” kata Sudarto.
Perkara identitas, kata Sudarto, surveinya mendapatkan mayoritas masyarakat lebih cenderung suka mengasosiasikan dirinya sebagai muslim ketimbang identitas lainnya. Angkanya, sebesar 43,8% dan lebih tinggi ketimbang identitas suku (23,4%) dan identitas nasional (23,4%).
Sementara, kata Sudarto, masyarakat masih cenderung melihat Jokowi sebagai pemimpin yang kurang merangkul umat Islam. Hal ini, menurutnya, tercermin dari kasus Rizieq Shihab yang dianggap kriminalisasi terhadap ulama.
Tak cuma itu, kata Sudarto, kalaupun Jokowi memberi ampunan kepada Rizieq, 35,5% responden menyatakan kebijakan itu semata pencitraan saja menjelang pilpres. “Itu artinya Pak Jokowi memang mengalami sentimen negatif di kalangan Islam politik Indonesia,” kata Sudarto. Survei ini mengambil margin galat sebesar lebih kurang 2,9% dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan metode pengambilan sampel multistage random.**
Sumber: tirto.com