BNPB: Pidanakan

  • Whatsapp

Hambat Lahan Relokasi

Sumber/editor: Humpro Sulteng/Ikhsan Madjido
KEPALA Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni
Monardo mengancam akan mempidanakan pihak-pihak yang menghambat BNPB dalam
memenuhi kebutuhan pengungsi korban bencana di Kota Palu.


“Jika pihak-pihak pemilik HGB (Hak Guna Bangunan) menghambat pembebasan
lahan untuk dijadikan sebagai lokasi relokasi dan pembangunan huntap (hunian
tetap) untuk korban bencana di Palu akan kami pidanakan,” tegas Doni
dalam rapat koordinasi penanganan bencana di daerah terdampak gempa bumi,
tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengal di ruang kerja Gubernur Sulteng,
Jumat (19/4/2019).
“Senjata pamungkas (pasal 77) keluar bagi
yang menghambat,” tambahnya.

Pernyataan itu disampaikan Doni mengingat pihak PT Lembah Palu, salah satu
perusahaan pemegang HGU di Kelurahan Tondo enggan lahan yang mereka kuasai
separuhnya dimanfaatkan sebagai lokasi relokasi dan pembangunan huntap.

Ancaman yang dia sampaikan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Di pasal 50 disebutkan ancaman bagi pihak-pihak
yang menghambat kegiatan BNPB untuk korban bencana.

“Di pasal 50 disebutkan setiap orang yang sengaja menghambat kemudahan
akses BNPB dipidana demgan pidana penjara paling singkat tiga tahun atau paling
lama enam tahun dan denda paling sedikit Rp2 miliar atau paling banyak Rp4
miliar,” sebutnya.

Kemudahan akses oleh BNPB yang dia maksud tertuang dalam pasal 50. Di pasal 50
disebutkan dalam status darurat bencana ditetapkan, BNPB dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai kemudaha akses meliputi
pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dan, imigrasi, cukai dan
karantina.

Selanjutnya perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban
uang dan atau barang, penyelamatan dan komando untuk memerintahkan
sektor/lembaga.

@Humas Pemprov
“Tetap kita kita tawarkan kompromi. Mereka tidak boleh dirugikan. Tetapi
jika mereka menghambat maka kita pakai pasal 77 ini sebab kita wajib memberikan
pelayanan publik yang terbaik bagi masyarakat,” tandasnya.

Di bagian lain Ia minta supaya dilakukan perhitungan ulang kebutuhan huntap
bagi warga.


Sebab peruntukan huntap jelasnya dibagi dua yaitu
bagi warga yang mesti direlokasi dari zona merah ke zona aman dan huntap yang
sifatnya insitu atau lokasi tidak berpindah jauh dari pemukiman lama yang
hancur dan lokasinya telah dinyatakan aman.

Ia tambahkan sumber pembangunan huntap ada yang
berasal dari bantuan pihak luar dan lainnya murni dari kas negara (APBN).

Untuk pos APBN, Ia mendesak Kepala BPBD Sulteng
mempercepat validasi data huntap supaya ada dasar baginya untuk mengusul
anggaran ke Kemenkeu.

Perihal penolakan relokasi dari segelintir warga
yang tinggal di sepanjang pantai, Ia minta ke Pemda membentuk tim gabungan yang
tugasnya memberi pemahaman ke warga secara door
to door
(dari rumah ke rumah) supaya mau direlokasi.
Pentingnya Perda yang mengatur ketentuan bangunan
di sepanjang pantai juga perlu dibuat lanjut kepala BNPB sebagai upaya mencegah
warga membangun rumah tapak.

Terakhir Doni Monardo menyampaikan bahwa wacana
pembangunan sea wall (tembok penahan
tsunami) akan dikaji ulang sebab belajar dari pengalaman Jepang yang membangun
infrastruktur buatan ini ternyata belum efektif menekan jumlah korban jiwa pada
gempa yang disusul tsunami tahun 2011 silam di negeri sakura itu.

Ia amati dari peristiwa tsunami Palu, tidak
sedikit warga dan bangunan yang tertolong alias selamat berkat vegetasi hutan
di beberapa ruas jalan yang tumbuh sepanjang pantai.

“Kalau sepanjang pantai ditata dengan
vegetasi akan membuat gairah baru bagi masyarakat,” ungkapnya sekaligus
bisa jadi magnet pariwisata daerah.

Selesai pertemuan, kepala BNPB, gubernur dan
rombongan bergeser meninjau lokasi pembangunan huntap bantuan Yayasan Budha Tzu
Chi di Kelurahan Tondo.**

Berita terkait