Diskon 50%: Cuma Gimik & Tak Pengaruhi Deflasi

  • Whatsapp

Rencana pemangkasan harga tiket pesawat
sebesar 50% dari Tarif Batas Atas (TBA) akhirnya memasuki tahap finalisasi.
Mulai Kamis, 11 Juli 2019, ketentuan soal harga tiket untuk 30% kursi tiap penerbangan
itu bakal mulai diberlakukan dua maskapai domestik: Lion Air dan Citilink.

Sekertaris Menko Perekonomian Susiwijono mengatakan,
pemerintah tengah menyiapkan aspek hukum agar ketentuan itu nantinya tak
sebatas imbauan. Sehingga tiap Selasa, Kamis, dan Sabtu mulai pukul 10 pagi
hingga 2 siang, selalu tersedia tiket penerbangan murah seperti yang dijanjikan
pemerintah.

“Untuk rute-nya mana saja, dan dalam bentuk apa,
nanti aturannya kami akan umumkan sebelum hari Kamis. Karena kami akan
berkoordinasi lagi dengan maskapai dan kementerian perhubungan dan BUMN,”
ujar Susiwijono di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (8/7/2019).

Ekonom senior Institute for Development of Economics
and Finance (Indef) Muhammad Nawir Messi mengkritisi rencana kebijakan ini. Ia
ragu dengan komitmen pemerintah menyediakan tiket murah, apalagi banyak
maskapai yang menjalin kerja sama dengan agen perjalanan pariwisata (travel)
yang juga menyediakan tiket murah. Ia pun beralasan kebijakan yang masih dalam
tahap persiapan itu akan sulit diawasi publik.

“Bagaimana kita bisa tahu kalau seat-nya masih
ada? Kalau tiba-tiba kita pesan harganya mahal semua, lalu kita tanya ke
maskapai yang 30% dan mereka bilang sudah habis, mau apa?,” ujar Nawir
kepada reporter Tirto, Selasa (9/7/2019). 

Cuma Gimik
Penilaian serupa juga disampaikan Sekertaris Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto. Ia menilai kebijakan itu
semacam gimik dalam strategi marketing, seperti diskon yang lazim diberikan
maskapai saat peak season.

Menurut Agus, jumlah kebutuhan tiket pesawat murah
saat ini jauh lebih besar ketimbang kuota kursi yang disediakan maskapai.
Citilink hanya akan menyediakan 62 penerbangan dengan jumlah kursi sebanyak
3.348 per hari, sementara Lion Air bakal menyediakan 146 penerbangan dengan
jumlah kursi yang disediakan sebanyak 8.278 per harinya.

Jika tiap maskapai bekerja sama dengan agen travel,
kata Agus, bisa jadi masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam buat membayar
tiket tersebut. Ini lantaran pembagian keuntungan agen perjalanan didapat
berdasarkan komisi serta margin dari harga tiket yang dijual kembali kepada
konsumen.

“Tentu saja ini tidak terlalu signifikan bagi
konsumen untuk mendapatkan benefit dari keuntungan tersebut. Karena sampai saat
ini masih jadi permasalahan bagaimana kemudian konsumen terinformasi soal kursi
tersebut,” ujar Agus.

Menko Perekonomian Darmin Nasution memastikan
realisasi penurunan tarif tiket pesawat bakal diawasi Dirjen Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan serta Kementerian BUMN. Kemenko Perekonomian, ujar
Darmin, juga bakal mengevaluasi secara periodik penurunan tiket 50% dari TBA
ini.

“Begitu ada yang melanggar, kami akan rapat.
Jadi, ya, Ndak mungkin. Artinya ini adalah sesuatu yang sudah jelas
sekali,” kata Darmin, Senin (8/7/2019).


Tak Pengaruhi Deflasi
Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid menilai rencana
kebijakan tersebut merupakan jalan tengah yang bisa diambil pemerintah dalam
jangka pendek. Selain untuk memastikan keberlangsungan industri penerbangan,
kebijakan itu juga lebih baik ketimbang mengundang maskapai asing masuk ke
Indonesia.
Sebab, kata Tauhid, apabila maskapai asing turut
bermain dalam penerbangan domestik, kinerja neraca jasa akan makin buruk dan
berimbas pada melebarnya neraca transaksi berjalan (current account
deficit/CAD).

“Maskapai yang sekarang saja sudah kesulitan,
apalagi nanti kalau ada pemain baru masuk. Malah pada berguguran,” kata
Tauhid saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (8/7/2019).

Meski demikian, lanjut Tauhid, penurunan tarif tiket
tak akan banyak berpengaruh terhadap deflasi di sektor transportasi, lantaran
kenaikan inflasi yang sempat disebabkan tiket pesawat sudah turun dengan
sendirinya.

Berdasarkan data BPS, harga tiket pesawat bulan Juni
mengalami deflasi, meski lazimnya mengalami inflasi di musim mudik lebaran.
Pada sektor transportasi yang menyumbang deflasi sebesar 0,24 persen, tiket
pesawat saat itu punya andil sebesar 0,04 persen. Tauhid menjelaskan, hal itu
terjadi lantaran muncul keseimbangan baru yakni sebagian penumpang angkutan
udara sudah berpindah ke moda transportasi darat dan laut. Oleh karena itu, ia
meminta pemerintah menerapkan kebijakan tersebut secara proporsional. Artinya,
tidak semua tiket murah diberikan untuk rute-rute “gemuk” seperti
Jakarta-Surabaya, Jakarta-Makassar, Yogyakarta-Bali dan sebagainya. Tauhid
mengatakan rute-rute yang sepi dan jauh, seperti Jakarta-Papua,
Makassar-Palembang dan lain-lain juga butuh kuota tarif tiket murah agar tak
terus-menerus sepi. “Supaya ada keseimbangan. Karena bisa ada cross
subsidi juga dari keuntungan tiket penumpang rute jauh ke rute penumpang rute
dengan yang okupasi penumpangnya mencapai 70 persen,” imbuhnya.
**

Sumber: tirto

Berita terkait