Pemulihan Psikososial Belum Tersentuh

  • Whatsapp

Reporter: Yohanes Clemens

PEMULIHAN Psikososial sebagai upaya pengurangan resiko
bencana di lingkungan sekolah, menjadi aspek yang saat ini masih belum
tersentuh dalam proses pemulihan pascabencana di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pemulihan di bidang infrastruktur dan jaminan hidup, masih menjadi perhatian
utama, dibandingkan upaya pemulihan psikososial dan pengurangan resiko bencana.
Kenyataan
tersebut mendasari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik
Indonesia Perwakilan Sulteng, bersama Universitas Pembangunan Nasional (UPN)
Veteran Jogja, Pusat Studi Kebencanaan UPN Veteran Jogja, Yayasan Kappala
Indonesia serta Sampoerna untuk Indonesia yang tergabung dalam ‘Rumah Bersama
Relawan’, menggagas Pelatihan Psikososial Untuk Pengurangan Resiko Bencana di
Sekolah.
Kegiatan
ini dilaksanakan selama tiga hari, dari 9-11 Juli 2019, bertempat di Kantor
Komnas HAM Perwakilan Sulteng, dan diikuti oleh belasan guru dari sejumlah
sekolah setingkat SMA di Kota Palu dan Kabupaten Sigi.

“Dari
pelatihan ini diharapkan para guru mampu menjadi agen pemulihan trauma
pascabencana di lingkungan sekolah. Sekolah memegang peranan penting dalam
proses pemulihan pascabencana bagi siswa, di mana selama ini aspek tersebut
belum mendapat perhatian serius, dalam proses pemulihan pasca bencana,” kata
Gendon dari Yayasan Kappala.
Ketua
Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Dedy Askari mengatakan dalam fase hampir 10
bulan pascabencana, aspek pemulihan psikososial masyarakat terdampak bencana
belum tersentuh. Sehingga kehadiran Rumah Bersama Relawan ini, dengan guru
sebagai sasaran pelatihan psikososial, menjadi penting untuk memulihkan mental
peserta didik.
“Guru
punya peran penting dalam proses pemulihan trauma pascabencana di sekolah,
sehingga untuk itu, guru penting untuk diberikan peningkatan kapasitas tentang
pemulihan psikososial pascabencana,” jelasnya.

Tiwi,
salah satu peserta dari SMA Nusantara Desa Kabobona Kabupaten Sigi, menyebut
pelatihan ini penting untuk pemulihan trauma siswa. Pihaknya menyebutkan,
sebelum bencana 28 September 2018, tidak ada pelatihan tentang kebencanaan yang
dilakukan, baik oleh pemerintah, maupun lembaga non pemerintah di sekolah.
“Pelatihan
atau sosialisasi tentang kebencanaan, baru mulai masif dilakukan di
sekolah-sekolah, setelah bencana terjadi. Jika selama ini pemulihan mental
dilakukan langsung ke siswa maka di pelatihan ini, kami para guru yang
diharapkan jadi agen pemulihan mental siswa. Sebab, proses pemulihan akan lebih
mudah, jika dilakukan oleh orang terdekat siswa di sekolah, yakni guru,”
tuturnya. ***

Berita terkait