Oleh: Andono Wibisono
SEMUA isi jagad raya perpolitikan Indonesia tidak pernah memikirkan, bahkan meramalkan atau mendiskusikan bahwa Cawapres Jokowi adalah KH Makruf Amin menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2019 lalu.
Publik terperangah, Melongo, bahkan Mahfud MD sendiri yang sudah gencar disebut-sebut kuat akan menjadi Cawapres. Baju sudah dijahit dan bahkan sudah menyiapkan ajudan pribadi menunggu di rumah makan padang untuk ikut jumpa pers, sirna.
Sebagai jurnalis, saya tidak kaget-kaget amat ketika membaca sebuah berita media online dan video pendek yang beradar di WAG bahwa Rusdi Mastura, kader Partai Nasdem mengambil formulir pendaftaran Pilgub di PDIP Sulteng. Walaupun sehari berselang, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad H Ali juga mengambil formulir ke PDIP resmi diwakili DPW Nasdem Sulteng.
Setidaknya, ada beberapa analisis yang patut untuk didiskusikan oleh pembaca dan pengamat politik serta politisi di Sulteng sebagai berikut; Pertama; pernyataan Cudi, Rusdi Mastura maju sebagai bisa jadi sebagai penyeimbang dari isu-isu sebelumnya bahwa ada bakal calon gubernur belum apa-apa mengklaim akan didukung partai besar.
Cudi pun melakukan counter isu dengan ‘mewakafkan’ dirinya dengan mengambil dan mendekleir maju di Pilgub nanti. Publik pun terbelalak, Kok masih mau maju? Kan sebelumnya di Warkop Forbes menyatakan akan mendukung Ahmad H Ali maju gubernur? Bahkan Cudi hingga kini masih kader Nasdem. Apakah langkahnya tidak kontra produktif? Itulah politik. Cudi pemain politik yang kaliber.
Kedua; analisis saya figur Cudi masih memiliki magnet politik setidaknya di wilayah Lembah Palu atau Padagimo (Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong). Pileg kemarin sebagai Caleg Nasdem raupan suaranya pun masih bertengger di dua besar. Artinya, masih sangat kuat dan tidak bisa diremehkan.
Olehnya, menyiapkan Cudi sebagai alternatif adalah strategi politik yang sah-sah saja. Dalam politik harus ada langkah taktis, strategis bahkan ‘mengejutkan’ semua lawan politik. Di politik, opportunity itu kemenangan.
‘Menyiapkan’ Cudi (saya gunakan tanda kutip) bukan kesalahan, Bahkan kemenangan. Mantan Wali Kota dua periode itu walau sudah menuju usia kepala 7 – saat ini umur 67-68 tahunan, tapi semangatnya masih dapat diandalkan. Pengaruhnya masih ada di grassroot. Siapa yang menyiapkan Cudi? Bisa jadi kekuatan politik besar, Saya pun belum mampu mengutarakan.
Baik Ahmad H Ali (AA) dan Hidayat Lamakarate (HL) dan Anwar Hafid (AH) semuanya masih mengadang-gadang siapa yang akan dapat menjadi ekor jas, magnet electoral ketika menjadi pasangannya kelak.
Seorang Cagub pasti mendambakan Cawagub yang memberikan dampak raupan pengaruh dan suara. Baik di basis emak-emak atau di basis milenial. Cudi dan Pasha (Sigit Purnomo Said) analisis saya paling dinanti-nanti dan dilirik semua kekuatan politik. Bahkan keduanya berpeluang menjadi Cagub.
Lantas bagaimana dengan kekuatan besar di Gerindra? Apakah demikian dengan Cudi? Bisa jadi. Semua akan lentur pada masanya. Hingga kini ada dua kutub besar di Gerindra yang bakal diusung. Pertama; Hidayat Lamakarate atau Derry Djanggola. Di sinilah letak tiba-tiba berkemungkinan figur Cudi adalah alternatif terakhir.
Prediksi penulis yang bakal akan menjadi wacana ke depan pada dinamikan politik Sulteng tak jauh dari isu-isu berikut ini; Ahmad H Ali – Derry Djanggola, Ahmad H Ali – Rusdi Mastura, Hidayat Lamakarate – Anwar Hafid, Anwar Hafid – Hidayat Lamakarate, Ahmad H Ali – Pasha, Rusdi Mastura – Pasha, Pasha – Rusdi Mastura, Hidayat Lamakarate – Pasha, Ahmad H Ali – Hasanuddin Atjo, Ahmad H Ali – Suparman Syamsudin dan seterusnya.**
(opini, artikel dan tulisan lainnya yang dikirim ke redaksi akan menjadi tanggung jawab penulis pribadi dan apabila ada kesalahan, koreksi dan catatan lainnya dapat disampaikan ke redaksi untuk diperbaiki)