Morowali, – Tak hanya dikenal dengan penghasil Nikel, Kabupaten Morowali juga dikenal dengan wilayah dengan banyak pulau. Bahkan perairan Morowali sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui PP 32 tahun 2019. Sehingga kawasan perairan Morowali harus dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Jika mengacu pada PP 32 tahun 2019, sangat jelas bahwa kehadiran investasi yang berhubungan dengan perairan harus terkelola baik, seperti halnya pulau kecil yang ada di Kecamatan Bahodopi, tepatnya berada di Desa Fautufia, Dusun Kurisa yang dikenal dengan nama Pulau Langala.
Pulau Langala sebelumnya merupakan salah satu destinasi wisata lokal, karena keindahan pantainya. Namun seiring berjalannya waktu, Pulau Langala saat ini seakan beralih fungsi menjadi potensi investasi pertambangan. Sebagaimana yang dikeluhkan salah seorang warga Morowali yang sering berkunjung ke Pulau Langala.
“Sepertinya Pulau Langala ini sudah menjadi pelabuhan kapal tongkang, ataukah memang Langala sudah menjadi milik pengusaha tambang…??? Padahal sudah sangat jelas, potensi Pulau Langala dijadikan kawasan wisata sangat tepat, terlebih untuk menjangkau pulau ini sangat mudah. Yang menjadi pertanyaan saya apakah pemerintah daerah sudah tidak memperhatikan lagi pulau itu…???” ungkapnya.
Terkait masalah tersebut, Ifan Bente selaku penggiat dan pencinta wisata yang selalu mempromosikan destinasi wisata terbaru di Morowali, turut angkat bicara. Ia sangat menyesalkan sikap acuh Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan pihak berwenang atas kondisi dan status Pulau Langala saat ini.
“Saya sangat menyayangkan keindahan Pulau Langala yang begitu dekat dengan daratan Morowali, tidak bisa terkelola baik”, ujarnya.
Seharusnya Langala bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah di bidang pariwisata, apalagi jika terkelola baik.
Langala harusnya bisa dijadikan objek pariwisata industri karena berada tepat di kawasan Industri PT IMIP.
“Yaah positif saja, mungkin dengan dijadikannya sebagai tempat tambatan kapal, Pulau Langala lebih bermanfaat bagi daerah ini dan boleh kiranya kawan-kawan mengecek ke pihak terkait mengenai PAD dari dijadikannya Langala sebagai tambatan kapal” urainya.
Dikatakan Ifan, jika mengacu pada UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 297 disebutkan, bahwa setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri diluar kegiatan di pelabuhan terminal khusus dan terminal, untuk kepentingan sendiri tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 339, dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta rupiah.
“Langala yang saat ini jadi tambatan kapal tongkang, seharusnya disesuaikan dengan regulasi Undang-Undang nomor 17 tahun 2008, telah mengatur mengenai tambat kapal, lebih tepatnya di pasal 297, semoga saja ada ketegasan dari pihak terkait” ujar Ifan.
Menanggapi masalah tersebut, pihak Syahbandar Morowali, Muharram yang dikonfirmasi via Whats App (WA) oleh tim media mengatakan bahwa kehadiran kapal-kapal besar yang parkir di Pulau Langala tidak menjadi masalah, karena tidak ada kegiatan bongkar muat.
“Kalau untuk berlabuh atau berlindung, itu tidak ada masalah, demi keamanan kapal, yang penting tidak ada kegiatan bongkar muat” tandasnya.***
Reporter: Bambang Sumantri