Palu,- Advokat Buruh Adi Priyanto SH mengatakan, Omnibus Law yang memuat sejumlah rancangan Undang-Undang harus ditolak sebab dinilai tidak memiliki landasan filosofis sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pemantik dalam diskusi lintas Organisasi Kepemudaan (OKP), Mahasiswa dan rekan jurnalis, Sabtu (22/02) di Sekretariat Sulteng Bergerak, Jalan Rajawali, Kota Palu.
Adi Priyanto menuturkan, pengesahan Omnibus Law seharusnya sejalan dengan semangat UUD Pasal 33 yang dirancang untuk menghajar UU pro Neolib dan menghantam regulasi terkait investasi asing yang merugikan masyarakat.
“Tetapi justru dalam draf rancangan berbanding terbalik. Omnibus Law pada umumnya hanya mempermudah izin investasi,” jelas Adi Priyanto.
Ia menjelaskan, dalam menganalisa rancangan tersebut dilihat dari dua perspektif, yaitu teori legal positivisme yaitu memahami secara normatif perundang-undangan dari pasal ke pasal, dan juga dari sudut pandang teori legal Masixme yang melihat bahwa UU adalah perpanjangan tangan pemerintah yang dibuat oleh sekelompok orang dalam negara.
Adi Priyanto juga mengatakan, melihat Omnibus law tidak hanya sebatas lingkup pasal perpasal, tetapi harus menganalisa latarbelakang dari tujuan dan motivasi perancangan.
“Untuk apa UU Omnibus Law dibuat? siapa yang diuntungkan? dan siapa yang dirugikan?,” tutur dia.
Menurutnya, rancangan UU Omnibus Law yang mengatur berbagai sektor baik ketenagakerjaan, pendidikan, jurnalis termasuk berkaitan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan lainnya akan berdampak di Sulawesi Tengah (Sulteng). Seharusnya, ini menjadi momentum penyatuan pergerakan untuk menolak disahkan.
” Tidak lagi ego sektoral maupun organisasi. Syaratnya persatuan. Jika ini lolos kita kelompok gerakan harus evaluasi diri,” ujar Adi Priyanto.**”
Reporter: Supardi