Covid-19: Haruskah Kota Palu PSBB ?

  • Whatsapp
Foto: aceh.antaranews.com/ist
banner 728x90

Palu,- Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan satu daerah guna memutus rantai penyebaran dan meminilisir penyebaran Covid 19 yang semakin mewabah di penjuru dunia hingga saat ini. Beberapa wilayah di Indonesia yang merupakan zona merah penyebaran pandemi virus Korona, telah menerapkannya. Hal itu diakibatkan tingkat kedisiplinan masyarakat dalam social distancing atau jaga jarak, masih sangat rendah. Akibatnya, penyebaran melalui transmisi lokal tidak dapat dihindari.

Pemerintah Kota Palu sendiri dalam mengantisipasi wabah, melakukan beberapa hal, diantaranya melakukan pergeseran anggaran untuk penanganan virus Korona, membentuk tim survellence Covid 19, menyiapkan pondok perawatan bagi Orang Tanpa Gejala (OTG) maupun Orang Dalam Pengawasan (ODP), membentuk posko Covid 19 dan relawan disetiap kelurahan, hingga melakukan penyemprotan disinfektan secara masif di beberapa zona merah serta buka tutup akses jalan di perbatasan kota. Namun mampukah hal itu menekan angka ?

Selain itu juga, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Palu, pimpinan tertinggi Alkhairat, hingga Gubernur Sulteng menghimbau untuk tidak melaksanakan sholat berjamaah di Mesjid.

Beberapa anggota Legislatif DPRD Palu, pengamat hukum, bahkan Gubernur Sulteng memberikan sinyal bagi Pemerintah Kota Palu untuk segera menerapkan PSBB.

Akan tetapi, penerapan PSBB tentunya memerlukan kajian terlebih dahulu. Apakah Pemerintah Kota Palu mampu menalangi logistik warganya. Disisi lain, keterpurukan sektor ekonomi mulai nampak dipelupuk mata. Pemutusan Hubungan Kerja membayangi masyarakat.

Hingga saat ini, kepekaan masyarakat Kota Palu dalam menyikapi wabah Korona, masih sangat rendah. Sementara bila kita melihat beberapa Negara di Dunia, keteteran menghadapi Pandemi, sebut saja Italia. Negara yang dikenal sangat baik dalam bidang kesehatan tersebut, terpaksa melakukan lockdown. Amerika atau lebih familiar dengan sebutan Negeri Paman Sam itu juga kewalahan dalam menghadapi wabah. Ekuador, lebih menyayat hati lagi. Mayat Covid 19 dibiarkan begitu saja, karena pemerintahnya tidak sanggup lagi berbuat banyak. Alhasil, ribuan nyawa manusia tidak tertolong. Akibat membludaknya pasien yang ada di rumah sakit. Hal itu semua disebabkan karena tingkat kedisplinan masyarakat sangat rendah. Warga maupun Negaranya terkesan memandang sebelah mata terhadap wabah tersebut.

Dari data Pusdatina Covid 19 Sulteng, pertanggal 5 mei 2020, jumlah total Kota Palu positif Korona sebanyak 16 orang. Kabupaten Buol 29 orang, Kabupaten Morowali Utara 12 orang. Kabupaten Morowali 3 orang, Kabupaten Poso 6 orang, Kabupaten Sigi 3 orang dan Toli-Toli 1 orang. ***

Penulis: Firmansyah Lawawi

Berita terkait