EKONOMI RI TUMBUH NEGATIF, WARNING BAGI DAERAH

  • Whatsapp
Hasanuddin Atjo/ft: Ist
banner 728x90

Oleh: Hasanuddin Atjo

Pandemic Covid-19 telah memporakporandakan ekonomi dunia. Semua Negara mengalami resesi bahkan mengarah depresi Ekonomi. Ini ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang negatif, dari yang dangkal hingga yang paling dalam.

Secara sederhana dapat digambarkan pertumbuhan ekonomi negatif dalam satu wilyah bilamana nilai impor ditambah konsumsi lebih besar dari nilai investasi ditambah ekspor. Karena itu kegiatan investasi dan ekspor harus terus didorong dan kurangi nilai impor agar negeri ini bisa terlepas dari perangkap pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Ekonomi Indonesia kuartal pertama tahun 2020 hanya tumbuh 2,97 persen jauh di bawah target. Pada kuartal kedua April -Juni lebih jatuh lagi dan tumbuh minus 5,32 persen. Secara agregat di semester pertama 2020, ekonomi negeri ini tumbuh minus 2,35 persen. Dan ini yang terparah sejak tahun 1999, akibat dampak resesi ekonomi tahun 1998.

Kita sudah berutang minus 2,35 persen untuk kembali ke titik nol. Dan situasi ini membuat pemerintah kita bekerja extraordinary agar di kuartal ketiga di tahun 2020 ekonomi negeri ini tidak tumbuh negatif. Bila ini tidak bisa dicapai maka dipastikan Indonesia akan masuk ke jurang resesi dan memperparah situasi sosial dan ekonomi yang saat iini telah sangat terasa.

Pemutusan hubungan kerja terjadi di sejumlah sektor usaha, angka kemiskinan dan pengangguran semakin bertambah. Dan yang lebih memprihatinkan menurut Kanar Dagang Indonesia kita akan kehilangan PDB di tahun 2020 sekitar 3000 hingga 4000 triliun rupiah atau 25 persen dari PDB tahun 2019. Pedahal PDB adalah salah satu sumber dana untuk pembangunan di daerah.

Berbagai kebijakan telah diambil oleh Pemerintah antara lain melonggarkan penerapan PSBB dengan harapan aktifitas ekonomi dapat bangkit kembali, memberi perhatian dan porsi yang lebih besar bagi jaringan pengaman sosial melalui sejumlah refokusing atau pergeseran anggaran pembangunan di pusat dan daerah, serta memberikan stimulus ekonomi kepada sektor usaha terutama di sektor UMKM. Namun ini juga berpulang kepada bagaima peran daerah dan masyarakat agar terbangun satu rasa dan tidak saling menyalahkan untuk keluar dari tekanan Covid-19 dan krisis ekonomi yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir.

Tidak semua kewenangan diserahkan ke daerah oleh pemerintah pusat, salah satunya urusan keuangan dan moneter. Pemerintah pusat akan memberikan porsi bantuan lebih besar ke daerah yang memiliki kemandirian rendah, karena pendapatan asli daerahnya yang kecil. Bantuan seperti ini telah diatur melalui menu atau pilihan yang sudah baku, tidak serta merta jadi suka-suka daerah.

Salah satu yang menjadi ukuran kemandirian daerah adalah kemampuan atau kapasitas fiskal dari daerah itu. Kapasitas fiskal daerah, KFD dimaknai kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan oleh pendapatan daerah dikurangi (1) pendapatan yang penggunaanya telah ditentukan dan (2) belanja tertentu dan formulasi ittu disebut indeks KFD.

Pendapatan daerah dalam konteks KFD merupakan pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan pendapatan lain-lain yang sah. Pendapatan yang penggunaanya sudah ditentukan meliputi pajak rokok, DBH cukai hasil tembakau, DBH SDA dan reboisasi, DAK fisik-non fisik, dana otonomi khusus dan dana tambahan infrastruktur. Sedangkan yang dimaksud belanja tertentu meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja hibah serta belanja bagi hasil.

Berdasarkan indeks KFD, baik provinsi maupun kab. dan kota dibagi atas lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Berdasar indeks KFD tahun 2019, dari 34 provinsi , 4 provinsi kategori sangat tinggi, 6 provinsi kategori tinggi, 7 provinsi kategori sedang, 8 provinsi kategori rendah dan 9 provinsi kategori sangat rendah.

Provinsi Sulawesi Tengah di 2019 memiliki Indeks KFD kategori sangat rendah. Dan diikuti tiga kabupatenn yang memiliki indeks KFD yang sama ( Donggala, Sigi dan Tojo Unauna), tujuh kabupaten kategori rendah serta satu kota (Palu)!dan satu kabupaten (Banggai) kategori sedang.

Dengan kondisi ekonomi nasional yang semakin tergerus akibat pandemic Covid-19 dan diprediksi negeri ini di tahun 2020 juga akan kehilangan PDB antara 3000-4000 triliun , rupiah, maka hampir dapat dipastikan alokasi dana pembangunan dari pusat akan berkurang banyak dibanding sebelumnya . Apalagi situasi dan kondisi APBD Sulawesi Tengah di tahun 2020 hampir 90 % tergantung dari bantuan Pemerintah pusat.

Ini tentunya akan menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan super berat bagi kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2020. Dikarenakan selain menghadapi danpak Covid-19 daerah ini juga sedang melakukan proses recovery akibat bencana multidampak 28 September 2018 serta masih tingginya kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan.

Setidaknya tugas pemimpin baru hasil Pilkada ini untuk lima tahun ke depan dapat meningkatkan status indeks KFD daerah ini agar bisa meningkat minimal satu level dari sebelumnya dari sangat rendah ke rendah. Bila perlu naik dua level ke kategori sedan. Karena itu diperlukan satu skenario baru atau cara-cara baru untuk tujuan itu.

Pertama desain fiskal untuk belanja diprioritaskan bagi peningkatan pendapatan asli daerah, PAD dan upaya pemberdayaan sektor yang melibatkan banyak orang, seperti sektor pangan, pariwisata dan jasa yang dikemas dalam rangkaian industrialisasi.

Kedua, dalam rekruitment pejabat struktur kiranya lebih mengedepankan pertimbangan kapasitas dan profesionalisme agar desain fiskal yang sudah berubah juga didukung oleh SDM yang kompoten pada bidangnya masing-masing.

Ketiga, tentunya diperlukan “think thank”kepala daerah yang memang benar-benar memiliki reputasi dan ahli dibidangnya. Bukan lagi sekedar melengkapi dan pada akhirnya tidak bisa difungsikan.

Mengakhiri artikel ini ada dualisme yang berpendapat terkait skenario itu. Pertama kelompok yang sangsi atas skenario itu karena melihat kondisi politik Pilkada saat ini yang belum lepas dari praktek transaksional.

Kedua kelompok yang yakin dan optimis akan adanya perubahan, terutama akibat krisis ekonomi akibat Covid dan tekanan bencana alam yang terjadi 28 September 2018. Kita semua berharap adanya kejutan-kejutan dalam Pilkada 2020 agar bisa mendorong Sulawesi Tengah lebih baik lagi. SEMOGA. ***

Berita terkait