Peduli Lembantongoa, Ini Pernyataan Sikap Aktivis Perempuan Sulteng

  • Whatsapp
banner 728x90

Palu,- Sebagai rasa empati kepada korban pembunuhan di Lembantogoa, Gerakan Perempuan Sulawesi Tengah (Sulteng) gelar Doa Damai Lintas Iman yang di selenggarakan di Tamar Gor, Kota Palu, Rabu (02/12/2020) malam.

Kegiatan ini dihadiri sejumlah kalangan, baik Aktivis Perempuan, Tokoh Lintas Agama dan masyarakat umum guna mengirimkan doa dan berharap kedamaian tetap tercipta di tanah air.

Pihak penyelenggara kegiatan juga menyediakan kain putih untuk dibubuhkan tandatangani sebagai bentuk rasa empati terhadap peristiwa berdarah di Lembantongoa.

Di kesempatan tersebut, sejumlah aktivis perempuan juga memberikan pernyataan sikap dihadapan awak media sebagai upaya melawan kekerasan dan teror yang terjadi selama ini.

Salah satunya Ketua BEK SP Palu, Ruwaida. Ia mengatakan bahwa hingga saat ini belum mengetahui sejauh mana penanganan terhadap perempuan yang menjadi korban.

“Memang penting untuk mengedepankan keselamatan dan kesehatan keluarga yang ditinggalkan. Terutama yang menyaksikan langsung kejadian saat itu,” ungkap ida sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, Idaengatakan bahwa korban-korban saat ini belum mendapatkan perlakuan itu dan masih mengalami trauma yang cukup dalam.

“Situasi ini kedepannya akan kita koordinasikan dengan pihak-pihak terkait.
Secara psikologi mereka perlu di support, bagaimana membuat rasa trauma berkepanjangan itu hilang dan bisa kembali seperti sedia kala,” ujarnya.

Ketua BEK SP Palu itu juga menjelaskan bahwa Penting bagi korban untuk diberi ruang aman. Semua pihak terkait harus ambil bagian, terutama masalah psikologis korban yang juga harus diutamakan.

Selanjutnya, Direktur LIBU Perempuan, Dewi Rana menuturkan bahwa pihaknya peduli atas penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak maupun kelompok rentan lainnya.

“Kita ketahui bahwa saat ini kita baru saja terkena bencana, kemudian Covid-19 kemudian terorisme. Artinya begitu panjang masalah kita hadapi,” kata Dewi.

“Tragedi bencana dan kemanusiaan ini menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban utama,” sambungnya.

Seperti kejadian di Lembantongoa, kata Dewi, tidak bisa dibayangkan bagaimana survivenya Perempuan di saat kejadian membawa dan menggendong anaknya untuk berlari guna menyelamatkan nyawa.

Kemudian, Perwakilan LBH APIK, Nining, mengungkapkan bahwa peristiwa berdarah Lembantongoa adalah pelanggaran HAM berat.

“Sampai membunuh saudara-saudara kita. kami mengutuk keras itu,” tandas Nining.***

Reporter: Windy Kartika

Berita terkait